oleh: Septiwi Mutmainah
Sekolah Tinggi Teknologi Industri Farmasi Bogor
Hati umat Islam senantiasa tertuju pada sebuah tanah suci yang tak pernah lekang dari cobaan, sebuah tanah yang menjadi barometer keimanan dan persatuan umat, yakni Palestina. Setiap hari, kabar yang mengiris jiwa terus tersiar, berita tentang saudara-saudari di Gaza yang terus menjadi korban kebiadaban Zionis.
Data menunjukkan, hingga akhir Juni 2025, jumlah korban tewas di Jalur Gaza telah menembus angka 56.412 jiwa, dengan lebih dari 133.054 orang terluka sejak Oktober 2023. Bahkan, dalam 24 jam saja, 81 nyawa melayang dan ratusan lainnya terluka. Ini bukan sekadar angka, tetapi merupakan rentetan pembantaian massal yang sangat sistematis, pembantaian yang disaksikan oleh seluruh umat manusia (cnbcindonesia.com, 28 Juni 2025).
Ilusi Damai dan Pengkhianatan dinilai Terang-terangan
Di tengah genosida yang menancap di kalbu ini, terlihat pula drama politik yang menyesakkan. Terdapat wacana dan kesepakatan gencatan senjata yang digagas oleh Amerika Serikat dan entitas Zionis bahkan melibatkan beberapa negara Arab. Sejumlah portal berita mengupas poin-poin kesepakatan tersebut: perang dihentikan dua minggu, lalu empat negara Arab diminta untuk mengelola Gaza menggantikan Hamas. Bahkan, muncul gagasan keji untuk merelokasi penduduk Gaza ke negara lain seolah-olah pengusiran adalah hadiah bagi mereka yang tertindas (republika.co.id, 29 Juni 2025).
Yang lebih miris, Amerika Serikat dengan terang-terangan mengumumkan akan mengakui kedaulatan entitas Zionis atas Tepi Barat. Sedangkan solusi “dua-negara” hanya akan dibicarakan jika Otoritas Palestina "direformasi". Ini bukan perdamaian. Ini adalah persekongkolan jahat untuk mengesahkan penjajahan, mengubur hak-hak Palestina, dan memecah belah persatuan umat. Para penguasa yang tunduk pada skenario Barat dan Zionis telah menunjukkan wajah aslinya: mereka adalah boneka yang rela mengkhianati darah dan tanah kaum Muslim demi kepentingan fana.
Akar masalah semua ini terletak pada penyakit mematikan yang disebut nasionalisme. Nasionalisme telah memecah belah umat Islam menjadi puluhan "negara bangsa" yang picik, masing-masing sibuk dengan perbatasan dan kepentingan semunya. Ikatan ukhuwah yang diperintahkan Allah telah terkikis, diganti dengan loyalitas pada bendera dan tanah air buatan. Penjajah Barat, sejak awal, sengaja menciptakan sekat-sekat ini agar umat Islam lemah, mudah dipecah, dan mudah dikuasai (lapan6online.com,14 Juli 2014 )
Perjuangan Abadi dan Solusi Sistemik
Melihat situasi Gaza yang kian memprihatinkan, di tengah apa yang banyak dinilai sebagai pengkhianatan para penguasa Muslim, muncul pertanyaan besar. Perang Iran, misalnya, justru seolah semakin menunjukkan tidak satupun penguasa Muslim yang benar-benar serius dalam upaya menolong Gaza.
Dorongan sebagian penguasa Muslim, termasuk Indonesia, untuk menekan Zionis agar menerima solusi dua negara, patut dipertanyakan. Solusi ini dianggap sebagai upaya untuk membodoh-bodohi umat dan dinilai sangat absurd, mengingat Zionis dan AS sampai kapan pun tidak akan menerima Palestina merdeka dengan kemerdekaan penuh.
Begitu pula dengan warga Palestina yang tulus dan lurus; mereka tidak mungkin menerima sejengkal pun tanah kaum muslimin diberikan kepada penjajah, serta tidak akan mengkhianati Perjanjian Umariyah dan pengorbanan para syuhada yang telah mempertahankan tanah Palestina dengan nyawa mereka. Ini berarti, pembantaian akan terus terjadi dan perlawanan juga tidak akan pernah surut.
Umat Islam, karenanya, harus fokus dan percaya bahwa solusi hakiki masalah Gaza dan Palestina adalah kehadiran Khilafah yang akan mengomando jihad. Umat tidak boleh terdistraksi oleh opini bahwa seruan ini berarti merelakan rakyat Gaza terus dibantai. Penting untuk diingat bahwa seruan solusi dua negara sudah dinarasikan sejak dulu, dan sepanjang itu pula pembantaian terus terjadi.
Pembantaian di Gaza seharusnya menjadi momen bangkitnya kesadaran umat bahwa berharap pada solusi Barat justru menjauhkan dari solusi hakiki. Solusi hakiki adalah menghadirkan Khilafah sebagai warisan Nabi yang terbukti telah menjadi penjaga umat dan membawa umat kepada kebangkitan sejati.
Oleh karena itu, umat harus mendukung dan segera terjun bergerak dalam perjuangan menegakkan Khilafah bersama kelompok dakwah ideologis. Ini adalah bukti keseriusan kita menolong Gaza-Palestina, sekaligus mengangkat umat lainnya dari kehinaan akibat hidup dalam naungan sistem sekuler kapitalisme. (*)







LEAVE A REPLY