
Keterangan Gambar : Tampak Menggunung Tumpukan Sampah (foto : ilustrasi/sumber : ist/pp)
BANDUNG BARAT II Parahyangan Post - Masalah sampah di Bandung Barat terutama disebabkan oleh kapasitas terbatas di TPA Sarimukti, yang mengakibatkan penumpukan sampah di berbagai lokasi, termasuk Tempat Pembuangan Sampah (TPS) liar. Hal ini berdampak pada antrean truk sampah yang panjang dan penumpukan di area umum seperti tepi jalan dan bahkan menyebabkan masalah seperti "pulau sampah" di Sungai Citarum.
Sebagaimana diketahui bahwa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan asesmen terkait perilaku masyarakat pada bulan Ramadan dan Idulfitri di wilayah Bandung Raya, untuk mendukung konsep Green Religion.
Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA) BRIN, Sumaryati, mengungkapkan, di wilayah Bandung Raya tercatat adanya peningkatan volume sampah sampai dengan 40 persen. Informasi ini diperoleh dari 144 responden yang mengikuti asesmen.
Dia menyebut, kenaikan volume ini terutama disebabkan oleh penyajian makanan berlebih, meningkatnya konsumsi parcel, serta penggunaan alat makan sekali pakai selama bulan puasa dan hari raya.
“Adanya peningkatan kegiatan belanja pada Ramadan dan Idulfitri, menghasilkan peningkatan sampah plastik dan styrofoam serta sampah organik sebesar 42,2 persen,” ungkap Sumaryati, dalam Focus Group Discussion (FGD) Asesmen Perilaku Masyarakat pada Bulan Ramadan dan Hari Raya Idulfitri untuk Mendukung Green Religion, di Bandung, Rabu (8/10).
Masalah sampah sudah menjadi isu nasional. Khusus di wilayah Bandung Raya, persoalan ini semakin mencuat terutama pada bulan Ramadan dan Idulfitri. Volume sampah meningkat signifikan akibat meningkatnya konsumsi makanan, penggunaan kemasan sekali pakai, serta aktivitas belanja secara daring.
Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jawa Barat, Eko Damayanto, menjelaskan kondisi sampah di Jawa Barat saat ini. Pihaknya mencatat, total timbulan sampah sebanyak 25.333 ton per hari, dengan komposisi sampah didominasi sisa makanan sebesar 40,60 persen, plastik 19,69 persen, dan kertas 13,28 persen.
“Sumber sampah didominasi dari sektor rumah tangga, yakni mencapai 47 persen,” jelas Eko.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam menyikapi isu sampah yang terjadi ini, berkomitmen dengan Pemerintah Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat (Bandung Raya) untuk mengurangi timbulan sampah dari sumbernya, edukasi dan penerapan zero waste, penetapan kuota pembuangan sampah ke TPA Sarimukti, serta optimalisasi TPA Sarimukti agar menambah usia pakai dan kapasitas.
Konsep Green Religion
Lebih lanjut, Eko menjelaskan terkait konsep Green Religion. Eko berpendapat konsep ini berangkat dari ajaran agama Islam yang melarang umat untuk berbuat kerusakan dan berlebih-lebihan.
“Kebiasaan konsumtif saat Ramadan dan Idulfitri perlu diimbangi dengan kesadaran bahwa menjaga lingkungan juga bagian dari ibadah. Agama menekankan larangan merusak bumi, termasuk dengan menumpuk sampah yang dapat mencemari udara, air, dan tanah,” ujar Eko.
“Sehingga, dibutuhkan langkah yang diambil untuk mengendalikan dan mengelola sampah sebagai upaya mewujudkan Green Religion,” tambahnya.
Pihaknya melihat dibutuhkan pengelolaan sampah dengan penerapan ekonomi sirkular. Yaitu, metode yang bertujuan mengembalikan nilai material sampah ke sistem ekonomi. Serta, mengurangi jumlah sampah yang dibuang melalui memilah sampah untuk daur ulang, mengelola sampah organik untuk kompos dan budi daya magot, dan penerapan refuse derived fuel (RDF).
RDF yaitu pengelolaan sampah untuk bahan bakar alternatif. Juga, pengelolaan sampah residu dengan penimbunan dan pembakaran sampah dalam fasilitas khusus melalui insinerator yang terkontrol.
Dalam sesi diskusi, berbagai pihak menyoroti perlunya kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat. M. Ulwan dari DLH Kota Bandung mencontohkan adanya edukasi pemilahan sampah, program RW Bebas Sampah, serta patrol dan pemberian reward and punishment bagi warga dalam memilah sampah.
Sementara, Syarif dari DLH Kota Cimahi menjelaskan upaya mengelola sampah kota dengan menerapkan magotisasi, RDF, serta pembentukan unit bank sampah. Namun, masih ditemukan tantangan seperti rendahnya partisipasi masyarakat, ketidakdisiplinan membuang sampah pada waktunya, serta keterbatasan lahan untuk pengelolaan.
“Partisipasi aktif masyarakat menjadi kunci. Edukasi berkelanjutan perlu diperkuat agar kebijakan tidak hanya berhenti di tingkat aturan,” ujar Syarif.
Dalam diskusi juga dibahas alternatif pengelolaan sampah, mulai dari pembakaran dalam insinerator, pemanfaatan residu menjadi batako dan paving block, hingga pendekatan ekonomi sirkular seperti kompos, maggot, dan RDF. Namun, peneliti BRIN mengingatkan perlunya pengawasan terhadap insinerator agar tidak menimbulkan polusi udara akibat ketiadaan chamber pemanasan kedua dan penyaring debu.
Di akhir, FGD ini diharapkan dapat mendorong kolaborasi antara pemerintah, peneliti, dan tokoh agama.
“Riset ini menunjukkan agama dapat menjadi motor perubahan menuju gaya hidup ramah lingkungan. Jika tiap umat menyadari bahwa menjaga alam adalah bagian dari ibadah, maka target penurunan sampah nasional akan lebih mudah dicapai dan implementasi Green Religion tidak berhenti pada bulan Ramadan saja, tetapi menjadi gaya hidup sehari-hari,” tutup Sumaryati.
Sebagai informasi, BRIN menggelar FGD dengan melibatkan DLH Provinsi Jawa Barat, DLH Kota Bandung, dan DLH Kota Cimahi, Organisasi Riset Kebumian dan Maritim BRIN melalui PRIMA, dan Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora BRIN melalui Pusat Riset Agama dan Kepercayaan (PRAK).
Berikut Kondisi dan Dampak di Lapangan
TPS liar: Timbunan sampah tak terkelola bermunculan di berbagai lokasi karena tidak adanya tempat pembuangan yang memadai.
Penumpukan di area publik: Sampah menumpuk di tepi jalan dan area publik lainnya, menimbulkan bau tidak sedap dan mengganggu kenyamanan warga.
Antrean panjang truk sampah: Truk-truk pengangkut sampah harus mengantre berjam-jam bahkan sampai menginap untuk bisa masuk ke TPA Sarimukti.
Masalah di sungai: "Pulau sampah" pernah muncul di Sungai Citarum yang mengambang dan baru diatasi dengan pembersihan menggunakan alat berat.
Upaya penanganan
Lobi ke pemerintah provinsi: Pemerintah Kabupaten Bandung Barat berupaya lobi untuk meminta penambahan jatah ritase pembuangan sampah ke TPA Sarimukti.
Program pengelolaan sampah: DLH Bandung Barat terus menjalankan program pengelolaan sampah terpadu, kampanye edukasi, dan memperkuat konsep bank sampah.
Pembersihan massal: Pihak terkait melakukan pembersihan massal di lokasi-lokasi yang menjadi penumpukan sampah, seperti di Sungai Citarum.
Pembenahan infrastruktur TPA: Pembangunan zona baru di TPA Sarimukti terus dilakukan dengan perencanaan yang lebih baik, termasuk pengolahan air lindi. - (adv/pp)
Website DLH Kab. Bandung Barat bisa di kunjungi di : https://dlhbandungbarat.org/profile/struktur-organisasi/







LEAVE A REPLY