Home Opini Anak Terjerat Judol: Solusi Tambal Sulam yang Makin Rusak

Anak Terjerat Judol: Solusi Tambal Sulam yang Makin Rusak

790
0
SHARE
 Anak Terjerat Judol: Solusi Tambal Sulam yang Makin Rusak

Keterangan Gambar : Foto :ilustrasi (sumber foto : ist/pp)

Oleh : Retnaning Putri, S.S
Aktivis Muslimah

MIRIS - Rasanya melihat fakta-fakta terbaru. Anak-anak, tunas bangsa yang seharusnya sibuk bermain dan belajar, justru banyak terjerumus dalam jerat judi online (judol). Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) per 8 Mei 2025 mencatat, sebanyak 197.054 anak usia 10–19 tahun terlibat judol, dengan nilai deposit mencapai Rp50,1 miliar hanya dalam triwulan I-2025 (Beritasatu, 19 Mei 2025). Bayangkan, di usia belia, mereka sudah mengenal pahitnya kekalahan judi, tergiur mimpi kemenangan instan, dan terpapar bahaya kehancuran moral. Ini bukan sekadar kenakalan remaja, tetapi ancaman serius bagi masa depan generasi.

Fenomena ini jelas bukan kebetulan. Akar masalahnya adalah sistem kapitalisme yang menjadikan profit sebagai kiblat utama. Industri judol memandang anak-anak sebagai pasar potensial. Mereka memanfaatkan kerentanan psikologis anak-anak, merancang tampilan layaknya game, menyebarkan iklan di media sosial, hingga menjadikan komunitas online sebagai pintu masuk. Kapitalisme terbukti rakus, menghalalkan segala cara demi pundi-pundi, sekalipun merusak masa depan anak-anak.

Tekanan ekonomi dalam sistem kapitalis kian memperburuk keadaan. Orang tua, terutama ibu, harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Akibatnya, pengawasan terhadap anak di dunia digital menjadi lemah. Celah ini dimanfaatkan industri judol tanpa ampun.

Pemerintah memang telah merilis PP Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas), yang mewajibkan penyelenggara sistem elektronik (PSE) membatasi akses digital anak, melindungi data pribadi, serta meningkatkan literasi digital. Namun, kenyataannya, situs judol terus bermunculan, celah blokir mudah ditembus, dan edukasi preventif belum menyentuh akar persoalan.

Mengapa solusi yang ada selalu gagal? Karena dalam demokrasi kapitalisme, aturan dibuat kompromistis dengan kepentingan industri dan tidak berbasis akidah. Negara lebih fokus pada pertumbuhan ekonomi, sementara akar moralitas diabaikan. Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan membuat solusi berbasis syariat sulit diimplementasikan.

Islam menawarkan solusi hakiki dan menyeluruh. Pertama, keluarga sebagai benteng utama. Anak dididik akidahnya sejak dini, diajarkan halal-haram, serta diawasi penggunaan digitalnya secara ketat. Pendidikan Islam menanamkan kesadaran bahwa judi adalah dosa besar, merusak akhlak, dan mendatangkan murka Allah SWT.

Namun, peran keluarga butuh dukungan negara. Dalam sistem Khilafah, negara berkewajiban mengurusi urusan rakyat (ri’ayatu syu’unil ummah) berdasarkan syariat. Negara melarang total praktik judi, menegakkan hukum tegas tanpa kompromi, menutup akses judol sepenuhnya, serta mengontrol konten digital agar bersih dari kerusakan moral. Ekonomi rakyat dijaga agar keluarga sejahtera dan fokus mendidik anak.

Masifnya judi online yang menyeret anak-anak adalah bukti nyata kegagalan kapitalisme sekuler. Solusi tambal sulam tak akan pernah mampu mengatasi kerusakan ini. Hanya penerapan syariat Islam secara kaffah, dalam naungan Khilafah, yang mampu menyelamatkan generasi dan membawa keberkahan hidup dunia-akhirat. (*)