Home Agama Abdul Muti, Tiga Hal Pelajaran dari Hijrah Nabi dalam Membangun Peradaban

Abdul Muti, Tiga Hal Pelajaran dari Hijrah Nabi dalam Membangun Peradaban

723
0
SHARE
Abdul Muti, Tiga Hal Pelajaran dari Hijrah Nabi dalam Membangun Peradaban

Keterangan Gambar : Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti dalam tausiyah refleksi peringatan tahun baru Islam 1447 Hijriah  di  Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (26/6/25) (sumber foto : PP Muhamadiyah/PP)

JAKARTA -Parahyangan Post - Memperingati dan merayakan tahun baru Islam1447 hijriah merupakan sebuah momentum yang memiliki makna penting agar  senantiasa memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan  kepada Allah untuk kehidupan pribadi, kehidupan berbangsa bernegara dan kehidupan dunia yang damai dan sejahtera. 

Pesan itu disampaikan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti dalam tausiyah refleksi peringatan tahun baru Islam 1447 Hijriah  di  Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (26/6/25), di depan hadirin Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar, beberapa Menteri Kabinet Merah Putih, para Duta Besar negara sahabat, dan perwakilan Ormas Islam.

“Dikaitkan dengan peristiwa hijrahnya Rasulullah Muhammad sallallahu alaihi wasallam beserta para sahabat dari Makkah ke Madinah,  sebuah peristiwa  yang  secara historis merupakan tonggak penting   awal dari sejarah peradaban Islam  yang menjadi tonggak kemenangan dakwah Rasulullah Muhammad  sallallahu alaihi wasallam”, ucap Mu’ti.

Peristiwa hijrah menurut Mu’ti  memberikan pelajaran   bagaimana Rasulullah membangun Yasrib menjadi sebuah kota  maju yang kemudian bernama   Madinah. Sebuah kota yang juga bermakna kota peradaban yang diterangi oleh cahaya iman, diindahkan dengan cahaya akhlak, dan diperkuat dengan persaudaraan di antara sesama anggota masyarakat.

Abdul Mu’ti, yang juga Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengisahkan perjalanan panjang Rasulullah dan para sahabatnya saat memasuki Madinah  yang disambut dengan sukacita oleh penduduk Madinah tanpa setetes darah pun yang tumpah. Hal itu  menggambarkan sukacita dan harapan yang luar biasa dari masyarakat Yasrib tentang datangnya seorang pemimpin yang akan membawa perubahan besar dalam kehidupan masyarakat di Madinah. 

Hal pertama yang dilakukan Rasulullah  di Madinah adalah membangun masjid,  dimaknai sebagai  membangun masyarakat baru, peradaban baru dengan fondasi iman, sebuah kekuatan spiritual yang merupakan  bagian penting dan penentu   perekat  umat manusia.

“Rasulullah Muhammad memberikan contoh bagaimana iman menjadi kekuatan yang 
mempersatukan, dan  bagaimana iman menjadi kekuatan yang membawa kemajuan”, tandasnya. 

Hal kedua, setelah membangun   masjid adalah  membangun pasar, Mu’ti memaknai pentingnya membangun  kekuatan ekonomi. Hal itu  menunjukkan bagaimana kesejahteraan material tidak kalah pentingnya dengan kesejahteraan spiritual. 

“Kesejahteraan material itu di dalam agama Islam bahkan dijamin sehingga beberapa ulama seperti Al-Ghazali  menyebut di antara tujuan dari syariat itu adalah hifdzul mal,  melindungi menjaga harta benda, yang harta benda itu beserta kepemilikannya tidak hanya menjadi bagian dari jaminan atas kesejahteraan manusia secara pribadi tapi juga menjadi bagian dari jaminan kehidupan yang damai dan kehidupan yang sejahtera di antara manusia”, urainya. 

Lebih lanjut menurut Mu’ti, problem sosial terjadi karena  kesenjangan ekonomi yang semakin menganga, dan keadilan ekonomi yang tidak tercipta dalam kehidupan suatu masyarakat,  maka Rasulullah setelah membangun masjid  berikutnya   adalah membangun pasar. 

Hal ketiga adalah membangun masyarakat dengan tata kelola kenegaraan yang bisa dipahami dari Piagam Madinah,  konstitusi yang menjadi tonggak  dan model sebuah sistem pemerintahan yang oleh Robert N Bellah dalam bukunya Beyond Belief disebut sebagai satu sistem ketatanegaraan yang melampaui zamannya. 

“Kalau kita  mendalami 47 pasal dalam Piagam Madinah itu paling tidak ada tiga pesan penting yang ada di dalamnya, kerukunan perdamaian akan tercipta apabila kita semua melakukan inklusi sosial, tidak ada diskriminasi, dan tidak ada kelompok yang dimarginalisasi”, ucapnya. 

Dalam Piagam Madinah yang secara jelas menyebut semua umat beragama, semua suku,  kabilah-kabilah yang berdiam di Madinah  menurut  Mu’ti  menjadi sebuah kunci inklusi sosial. Inklusi sosial  menjadi modal dan model terbangunnya integrasi sosial di mana Rasulullah Muhammad juga secara sengaja melakukan integrasi sosial dengan mempersaudarakan sahabat-sahabat yang hijrah dari Makkah  dengan  penduduk asli Madinah yang disebut dengan kaum Anshor. Dua komunitas  penting  itu memiliki kedudukan yang sangat mulia  berhijrah dan berjuang di jalan Allah. 

Menutup tausiyahnya, Mu’ti mengajak untuk bersama-sama senantiasa berusaha  memperbaiki kualitas diri  dan berusaha untuk memperbaiki kualitas kehidupan sosial,  kehidupan kebangsaan, dan kehidupan dunia dengan spirit hijrah.  

Menteri Agama yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar dalam sambutannya menilai penting apa yang disampaikan Abdul Mu’ti, yaitu bagaimana menghayati hikmah dibalik hijrah Rasulullah. 


“Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof. Dr. K.H. Abdul Mu’ti  memberikan uraian hikmah 1 Muharam dengan begitu indah dan sangat komprehensif”, sambutnya. (rd/pp)