Home Opini Tanpa Percepatan Dapur Sekolah, Target 30 Ribu Tahun 2025 Dapur MBG Sulit Tercapai

Tanpa Percepatan Dapur Sekolah, Target 30 Ribu Tahun 2025 Dapur MBG Sulit Tercapai

75
0
SHARE
Tanpa Percepatan Dapur Sekolah, Target 30 Ribu Tahun 2025 Dapur MBG Sulit Tercapai

Oleh Fadhil As. Mubarok
Chairman of MUBAROK INSTITUTE


Presiden Prabowo Subianto harus segera turun tangan mengatasi persoalan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang belum kunjung selesai. Apalagi, tahun 2025 ini pemerintah menargetkan sebanyak 30.000 dapur umum di seluruh Indonesia.

Target akhir 2025 untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah mengoperasikan 30.000 dapur MBG untuk melayani 82,9 juta penerima manfaat. Saat ini BGN  hanya bisa mendirikan sekitar 6.096 dapur yang beroperasi. Rencananya pemerintah menambah lebih dari 24.000 dapur lagi dalam empat bulan terakhir tahun 2025 untuk mencapai target ini.

Badan Gizi Nasional (BGN) memusatkan perhatian pada percepatan pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di wilayah terpencil, terdepan dan teringgal (3T). Pembangunan dilakukan melalui satuan Tugas (Satgas) yang dibentuk pemerintah daerah (pemda).

Menurut Kepala BGN, Dadan Hindayana, ada sejumlah kriteria yang menjadi fokus pembangunan SPPG di wilayah 3 T, di antaranya lokasi yang tidak dapat dijangkau dalam waktu 30 menit perjalanan dan memiliki penerima manfaat kurang dari 1.000 orang.

Kepala BGN menargetkan seluruh pembangunan SPPG, baik di wilaya algomerasi maupun terpencil, dapat diselesaikan paling lambah akhir Oktober hingga pertengahan November 2025.

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu program paling ambisius yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Program ini tidak hanya bertujuan untuk mengatasi masalah gizi, tetapi juga berperan sebagai alat strategis untuk mewujudkan visi pembangunan Indonesia yang lebih luas, seperti yang telah kita lihat selama ini. Berikut adalah perluasan penjelasan mengenai program MBG dari berbagai perspektif merangkum aktifitas-aktivitas penting yang kita bahas.

1. Dari Gizi Menuju Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).

Program MBG adalah investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa. Keberhasilannya diukur bukan dari seberapa banyak makanan yang dibagikan, melainkan dari dampak transformatifnya terhadap generasi penerus. Gizi yang cukup pada anak-anak sejak dini adalah kunci untuk mencegah stunting, yang menghambat pertumbuhan fisik dan kognitif. Dengan memberikan makanan bergizi, program ini secara langsung meningkatkan kualitas SDM Indonesia, menjadikan mereka lebih cerdas, sehat, dan produktif. Peningkatan akses dan prestasi pendidikan, makanan bergizi meningkatkan konsentrasi dan energi anak-anak di sekolah. Program ini juga dapat meringankan beban ekonomi keluarga miskin, mendorong mereka untuk tetap menyekolahkan anak-anaknya. Dengan demikian, MBG menjadi bagian integral dari upaya pemerintah untuk memastikan akses pendidikan yang merata dan berkualitas. 


2. Dari Konsumsi Menuju Penggerak Ekonomi Kerakyatan. 

Program MBG didesain untuk menjadi motor penggerak ekonomi, terutama di tingkat lokal terkait pemberdayaan ekonomi desa. Dengan kebutuhan bahan baku yang sangat besar, program ini mengutamakan pembelian produk dari petani, nelayan, dan peternak lokal. Hal ini menciptakan pasar yang stabil dan adil, meningkatkan pendapatan masyarakat desa, dan memperkuat ketahanan pangan nasional. Pembangunan dan pengelolaan ribuan dapur MBG menciptakan jutaan lapangan kerja baru di tingkat desa dan komunitas, terutama bagi UMKM. Hal ni sejalan dengan visi pro-rakyat, di mana pembangunan ekonomi dimulai dari tingkat akar rumput di kampung-kampung dan desa-desa. 

3. Dari Kebijakan Menuju Bukti Nyata Pemerintahan yang Efektif. 

Program MBG juga merupakan ujian dan bukti dari komitmen pemerintah untuk membangun birokrasi yang bersih, jujur, dan efektif. Implementasi visi pemberantasan korupsi, anggaran besar yang dialokasikan untuk program ini rentan terhadap korupsi. Namun, skema implementasi yang mengedepankan keterlibatan masyarakat, seperti pembangunan dapur di sekolah atau komunitas dapat mengurangi mata rantai birokrasi yang rentan penyelewengan. Ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mewujudkan visi Asta Cita, khususnya terkait pemberantasan korupsi. Tantangan dalam mencapai target pembangunan dapur MBG menuntut komitmen kuat dan langkah-langkah luar biasa dari pemerintah. Keberhasilan program ini akan menjadi indikator penting bahwa pemerintahan saat ini mampu menerjemahkan janji-janji politik menjadi aksi nyata yang berdampak positif bagi masyarakat. Ini menunjukkan keselarasan antara visi, seperti "Presiden Prabowo Mentransformasi Indonesia Menjadi Kekuatan Alternatif di Panggung Dunia" dan "Bersama Indonesia Maju, Menuju Indonesia Emas 2045", dengan implementasi di lapangan. 

Secara faktual sesungguhnya program MBG merupakan sebuah inisiatif yang strategis dan multi-sektoral, ini tidak hanya berfokus pada pemenuhan gizi tetapi juga pada pembangunan SDM, penguatan ekonomi lokal, dan penegakan prinsip-prinsip pemerintahan yang bersih dan efektif. Keberhasilan program ini akan menjadi warisan besar yang membuktikan komitmen Presiden Prabowo untuk menyejahterakan seluruh rakyat. 

Mengingat bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) menghadapi tantangan signifikan dalam mencapai targetnya maka pemerintah menargetkan untuk mengoperasikan 30.000 dapur MBG pada akhir tahun 2025. Namun, saat ini baru sekitar 6.096 dapur yang telah didirikan. Hal ini berarti ada kekurangan lebih dari 24.000 dapur yang harus dibangun dan dioperasikan dalam sisa empat bulan di tahun 2025 ini. Percepatan pembangunan dan operasional dapur-dapur ini menjadi krusial untuk memenuhi target yang ambisius tersebut. Tanpa adanya percepatan yang masif, target 30.000 dapur MBG akan sulit tercapai. Keterlambatan ini bisa berdampak pada jumlah penerima manfaat yang ditargetkan, yaitu 82,9 juta orang. 

Penting untuk melihat tantangan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari berbagai sudut pandang. Target 30.000 dapur MBG merupakan upaya besar untuk melayani 82,9 juta orang. Namun, saat ini, baru sekitar 6.096 dapur yang beroperasi. Artinya, dalam waktu singkat, lebih dari 24.000 dapur lagi harus didirikan. 

4. Tantangan yang Mungkin Dihadapi. 

Ada beberapa kendala yang mungkin menyebabkan lambatnya implementasi pendanaan dan logistik, membangun dan mengoperasikan puluhan ribu dapur memerlukan dana yang sangat besar. Selain itu, perlu sistem logistik yang efisien untuk mendistribusikan bahan makanan dan peralatan ke seluruh pelosok Indonesia. Terkait sumber daya manusia, setiap dapur memerlukan tim relawan atau pekerja yang terlatih. Melatih dan memobilisasi puluhan ribu orang dalam waktu singkat adalah tugas yang tidak mudah. Program ini melibatkan banyak kementerian, lembaga pemerintah, dan pihak swasta. Koordinasi yang kurang efektif bisa menghambat proses pembangunan dan operasional. Tidak semua daerah memiliki infrastruktur yang memadai untuk pembangunan dapur, seperti akses jalan, listrik, dan air bersih. 

5. Potensi Solusi dan Dampak. 

Presiden Prabowo Subianto perlu bertindak cepat untuk mengatasi masalah ini, ada beberapa langkah yang bisa diambil. 

1. Mobilisasi anggaran dan sumber daya, pemerintah bisa mengalokasikan dana darurat dan memprioritaskan program ini. 
2. Kolaborasi dengan masyarakat sipil dan swasta, keterlibatan organisasi masyarakat, komunitas lokal, dan sektor swasta bisa mempercepat pembangunan dapur. 
3. Penyederhanaan proses, menyederhanakan prosedur birokrasi agar pembangunan dapur bisa dilakukan lebih cepat. 

Jika target ini tidak tercapai, jutaan orang yang seharusnya mendapatkan manfaat dari program ini akan terpengaruh. Dan apabila program ini berhasil, dampaknya akan sangat signifikan bagi peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat, terutama anak-anak. Hal ini sejalan dengan visi Presiden Prabowo dalam memprioritaskan kesejahteraan rakyat Indonesia. 

6. Tantangan yang Dihadapi. 

Target untuk mengoperasikan 30.000 dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) pada akhir tahun 2025 memang menjadi tantangan besar. Berdasarkan data yang Anda berikan, saat ini baru ada sekitar 6.096 dapur yang telah didirikan. Ini berarti diperlukan pembangunan dan operasionalisasi lebih dari 24.000 dapur baru dalam waktu sekitar empat bulan. 

Terdapat beberapa tantangan utama yang mungkin dihadapi dalam percepatan pembangunan dapur MBG ini, antara lain masalah logistik. Membangun ribuan dapur dalam waktu singkat membutuhkan koordinasi logistik yang sangat kompleks, mulai dari pengadaan bahan bangunan, peralatan memasak, hingga penyediaan sumber daya manusia. Kemudian koordinasi antar-lembaga, program sebesar ini memerlukan kerja sama erat antara berbagai kementerian, lembaga pemerintah daerah, dan pihak swasta. Keterlambatan dalam koordinasi dapat menghambat kemajuan. Selanjutnya sumber daya manusia, diperlukan pelatihan dan penempatan tenaga kerja yang memadai untuk mengelola operasional ribuan dapur setiap hari. Dan anggaran, meskipun anggaran sudah dialokasikan, implementasinya secara cepat dan efektif seringkali memiliki kendala birokrasi. 

7. Dampak Jika Target Tidak Tercapai dan Jika Berhasil. 

Jika target 30.000 dapur tidak tercapai, jutaan orang yang seharusnya mendapatkan manfaat dari program ini akan terkena dampaknya. Hal ini dapat menghambat tujuan awal program, yaitu peningkatan gizi dan kesehatan masyarakat, terutama anak-anak. Keterlambatan ini juga berpotensi memengaruhi kepercayaan publik terhadap efektivitas program pemerintah. 

Namun, jika target ini berhasil dicapai dampaknya akan sangat signifikan. Program MBG dapat menjadi salah satu pilar utama dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Dengan memastikan akses terhadap makanan bergizi, program ini berpotensi menurunkan angka stunting. Gizi yang baik pada masa pertumbuhan dapat mencegah stunting atau gagal tumbuh pada anak. Meningkatkan kualitas pendidikan, anak-anak yang memiliki asupan gizi cukup cenderung lebih fokus dan berprestasi di sekolah. Mendorong ekonomi lokal, dapur MBG dapat memberdayakan masyarakat dan UMKM lokal, misalnya dengan membeli bahan pangan dari petani atau pedagang setempat. 

Program ini sejalan dengan visi Prabowo dalam memprioritaskan kesejahteraan rakyat, yang juga tercermin dalam berbagai inisiatif lain yang pernah saya sebutkan, seperti komitmennya terhadap program visioner pro-rakyat dan pemberantasan korupsi. Keberhasilan atau kegagalan program ini akan menjadi indikator penting dalam evaluasi implementasi kebijakan pemerintahannya. 

8. Program MBG sebagai Katalis Pembangunan Multi-Sektor. 

Memang benar bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) menghadapi tantangan besar, seperti yang telah kita bahas. Untuk memberikan gambaran yang lebih luas mari kita tinjau program ini tidak hanya dari sisi implementasi teknis, tetapi juga dari perspektif makroekonomi, sosial, dan politik. Program MBG bukanlah sekadar proyek logistik untuk mendistribusikan makanan. Bahkan sesungguhnya ini adalah sebuah pendekatan holistik yang dirancang untuk menjadi katalis bagi pembangunan di berbagai sektor. 

Pertama, dimensi sosial dan kesehatan dan penurunan angka stunting, hal ini adalah target utama. Stunting merupakan masalah serius yang memengaruhi pertumbuhan fisik dan kognitif anak, yang pada gilirannya akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia (SDM) di masa depan. Program ini diharapkan dapat memutus rantai stunting dari hulu, yaitu sejak masa kehamilan dan balita. Peningkatan kualitas pendidikan, anak-anak yang mendapatkan gizi cukup cenderung lebih fokus, mudah menyerap pelajaran, dan memiliki tingkat kehadiran di sekolah yang lebih baik. Dengan demikian, program ini secara tidak langsung mendukung peningkatan kualitas pendidikan nasional. 

Kedua, dimensi ekonomi dan penciptaan lapangan kerja serta UMKM, dengan target pembangunan ribuan dapur dan kebutuhan bahan baku yang masif. Program ini akan menciptakan jutaan lapangan kerja baru, mulai dari juru masak, staf distribusi, hingga pekerja di sektor pertanian dan perikanan. Penguatan ekonomi lokal, skema yang dirancang untuk membeli bahan baku dari petani, peternak, dan nelayan lokal akan menggerakkan roda perekonomian di tingkat desa. Hal ini sejalan dengan konsep ekonomi kerakyatan yang pernah kita bahas sebelumnya, di mana program pemerintah berfokus pada pemberdayaan masyarakat di akar rumput. 

Ketiga, dimensi politik dan pemerintahan serta ujian kapasitas birokrasi, seperti yang Anda sampaikan, tantangan untuk membangun lebih dari 24.000 dapur dalam waktu singkat adalah ujian nyata bagi kapasitas birokrasi pemerintah. Keberhasilan program ini akan menjadi bukti bahwa pemerintah memiliki kemampuan eksekusi yang kuat. Transparansi dan akuntabilitas, dengan anggaran yang besar, program ini sangat rentan terhadap korupsi. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk membangun sistem pengawasan yang transparan dan akuntabel. Hal ini sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo dalam memberantas korupsi dan mewujudkan pemerintahan yang bersih dan jujur dan efektif. 


9. Tantangan dan Potensi Solusi. 

Meskipun tantangannya besar seperti masalah logistik, koordinasi, dan sumber daya manusia, ada beberapa potensi solusi yang bisa diambil kolaborasi publik-swasta: Melibatkan sektor swasta dan komunitas lokal supaya dapat mempercepat proses pembangunan dan operasional. Pemerintah bisa menyederhanakan regulasi dan birokrasi untuk mempercepat pengadaan dan distribusi. Penggunaan teknologi, memanfaatkan teknologi, seperti sistem digital untuk pemantauan dan pelacakan, dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi. 

Jadi dapat dipahami bahwa program MBG adalah sebuah inisiatif ambisius yang jika berhasil dapat menjadi salah satu pilar utama bagi masa depan Indonesia. Keberhasilannya tidak hanya diukur dari jumlah dapur yang dibangun tetapi juga dari dampak jangka panjangnya terhadap kesehatan, pendidikan, dan ekonomi masyarakat, sejalan dengan visi besar Presiden Prabowo untuk menyejahterakan rakyat Indonesia. (*)