Jakarta, parahyangan-post.com-Seniman multi talent Putra Gara kembali menyelenggarakan pameran lukisan tunggal di Darmin Cofe, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Kali ini bertajuk ”Warna Rupa Putra Gara”.
Peresmian dilakukan artis lawas, yang juga pegiat seni, Neno Warisman, Sabtu 8 November 2025, dan akan berlangsung hingga 20 November (12 hari).
Hadir pada seremonial pembukaan sejumlah kolektor, seniman Tanah Air terkemuka yang tak asing lagi di jagad seni. Diantaranya perupa Ireng Halimun, para seniman dan kartunis Bulungan, wartawan dan juga penyair Shantined.
Shantined pada kesempatan itu ikut meramaikan suasana dengan puisinya yang puitis, ‘Denting Hati Sang Bidadari’.
Dalam sambutan Bunda Neno -sapaan akrab artis lawas Neno Warisman- menyampaikan apresiasinya kepada Putra Gara yang menurutnya adalah seorang seniman berbakat, yang penuh semangat dan mempunyai banyak bidang keahlian (multi talent). Karya-karya Putra Gara sangat menarik, sudah dikoleksi oleh tokoh dan kolektor seni berkelas. Diantaranya oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
”Saya melihat sendiri karya Pak Gara dikoleksi dan terpampang di ruangan Pak Padli Zon,” ungkap Neno.
Putra Gara, menurut Neno, juga seorang pelopor yang dapat mencairkan dunia seni dengan masyarakat, sehingga seni bisa dinikmati oleh semua kalangan. Tidak lagi mengawang-awang di dunianya yang dianggap sakral.
”Harus diakui masyakarat kita terbelah dan terkotak-kotak. Baik keterbelahan secara alamiah maupun karena kepentingan. Hanya senilah yang dapat menyatukan kebekuan itu. Dengan seni keterbelahan itu bisa disambungkan dan dicairkan. Karena seni itu universal,” tambah Neno.
Pemeran lukisan Putra Gara di Darmin Cofe ini, lanjut Neno, adalah terobosan bagus untuk menyatukan seni dan masyarakat, karena siapa saja dapat menikmatinya sambil ngopi-ngopi dan juga mengoleksinya.
Neno mengapresiasi cafe-cafe yang menyediakan ruangannya untuk pameran lukisan. Berkolaborasi dengan seniman. Seandainya ini dilakukan juga oleh kafe-kefe lain, yang jumlahnya cukup banyak di Jakarta dan di kota-kota besar lainnya, maka seni akan menyatu dengan masyarakat.
”Kalau menyelenggarakan pameran tunggal sendiri, biayanya cukup besar. Banyak seniman tidak mampu melakukannya, sehingga karyanya tidak bisa dinikmati masyarakat,” tambah Neno.
Sementara Putra Gara dalam prolog pamerannya mengatakan ia selalu total berkarya.
”Saya tidak mau setengah-setengah, saya selalu total dalam berkarya, baik saat melukis, menunulis novel, buat film dan seterusnya. Saya selalu total,” tegasnya.
Dalam seni lukis, Putra Gara menegaskan, dia tidak mengikuti aliran-aliran tertentu, baik aliran yang berasal dari luar (Barat) maupun dari dalam kahasanah seni rupa dalam negeri sendiri.
”Saya melukis sesuai imajinasi atau mood terkuat saat itu, dan saya intens dengannya. Sehingga saya mengeyampingkan teori-teori dan aliran dalam seni rupa, meskipun saya tahu jenis-jenis aliran yang berkembang,” tegasnya.
Dalam seremonial pembukaan itu juga mengemuka testimoni dari sahabat-sahabat Putra Gara. Salah satu oleh oleh wartawan senior yang juga Ketua Umum Persaudaraan Jurnalis Muslim Indonesia (PJMI) Ismail Lutan.
Dalam pandangan Ismail Lutan, Putra Gara memiliki energi berkarya yang luiar biasa. Dia seolah-olah tak kenal lelah. Bidang seni yang dikuasainya tidak cuma satu, tapi beragam dan di semua bidang seninya itu Putra Gara membuat terobosan.
Selain itu Putra Gara menurut Ismail adalah sosok yang selalu mensupport rekan-rekan untuk melahirkan karya-karyanya.
”Saya punya pengalaman berkolaborasi dengan Pak Gara. Sewaktu saya masih aktif di Grup Pikiran Rakyat Bandung, Pak Gara meminta saya mengumpulkan cerpen-cerpen saya yang pernah dimuat di media masa. Gara kemudian mencarikan penerbit, me-layout, membuatkan ilustrasinya, hingga buku terbit. Saya benar-benar terima jadi. Saya sangat senang , karena buku saya ’Bulan di Atas Surau’ mejeng di toko buku Gramedia,” cerita Ismail Lutan.
Terakhir, tambah Ismail Lutan, mereka menerbitkan kumpulan cerpen “Kontrak Politik” bersama penyair haikuHamidin Krazan. (aboe/pp)***







LEAVE A REPLY