Home Opini SEMANGAT BANGKIT, UNTUK NEW NORMAL?

SEMANGAT BANGKIT, UNTUK NEW NORMAL?

1,723
0
SHARE
SEMANGAT BANGKIT,  UNTUK NEW NORMAL?

Keterangan Gambar : J. Faisal, Pemerhati Pendidikan/Mahasiswa Doktoral Sekolah Pascasarjana UIKA Bogor (sumber foto : ist/dok/PP)

Oleh: J. Faisal
Pemerhati Pendidikan/Mahasiswa Doktoral Sekolah Pascasarjana UIKA Bogor

TIDAK - Pernah kita mendengar atau mengenal kata hidup New Normal sebelumnya. Kini, masyarakat dunia, juga masyarakat bangsa ini dihadapkan dan ‘dipaksa’ oleh sebuah keadaan untuk menjalankan kehidupan New Normal. Kehidupan normal yang baru, yang disebabkan karena penyebaran virus atau wabah Covid19.

Apakah sebenarnya kehidupan New Normal tersebut? Yaitu sebuah kehidupan yang normal yang diinginkan oleh seluruh masyarakat seperti sebelum adanya wabah. Hanya saja, setelah keluar dari bencana wabah ini, maka pola kehidupan masyarakat dunia terhadap kebersihan, kehidupan social, dan gaya bekerja yang lebih mengandalkan teknologi pasti akan berubah. Berubah menjadi lebih bersih, kehidupan social yang menjadi lebih terjaga, dan gaya bekerja yang lebih mengandalkan teknologi, daripada tatap muka langsung, atau bertransaksi secara  cashless.

Namun yang menjadi pertanyaan saat ini adalah, apakah memang sudah tepat waktunya jika Indonesia saat ini dapat menjalankan kehidupan New Normal seperti Negara-negara lainnya di dunia, yang memang sudah dapat menguasai keadaan dengan penyebaran virus Covid19 ini? Mereka mungkin sudah siap menjalani kehidupan New Normal secara bertahap, karena pemerintah Negara-negara tersebut memang sudah mampu untuk menguasai keadaan dan mampu untuk menekan penyebaran virus Covid19 ini.

Mereka melawan virus Covid19, dan bukannya mencanangkan hidup berdamai atau hidup berkompromi dengan virus Covid19 tersebut. Karena semua manusiapun tahu, bahwa tidak ada virus yang mau hidup berdamai atau  berdampingan dengan manusia. Virus-virus tersebut pasti akan menyerang siapa saja manusia yang lengah dan menganggap enteng keberadaan mereka. 

Sedangkan di Negara kita tercinta ini, keinginan untuk cepat meraih kehidupan New Normal di tengah penyebaran virus yang masih massif dan agresif, sepertinya merupakan langkah yang mencerminkan lelahnya pemerintah dalam menghadapi bencana wabah Covid19 di negeri ini, sehingga kata menyerah dibungkus dengan wacana bahwa kita bisa hidup berdamai dengan virus dan bisa juga hidup berdampingan dengan virus ini. 

Keinginan untuk cepat meraih kehidupan New Normal di tengah penyebaran virus yang masih massif dan agresif ini juga memang sangat dipaksakan sekali. Mengapa demikian? Pertama, karena pertumbuhan korban penularan Covid19 di Negara ini masing sangat massif dan agresif. Tingkat kematian korban penularan virus inipun semakin tinggi, dan sudah melebihi angka psikologis, yaitu di atas 1000 kematian, per hari ini, 20 Mei 2020. 

Kedua, para dokter dan tenaga medis sebagai front liner penekan penyebaran viruss Covid19 inipun sangat menyayangkan segala kebijakan pemerintah yang melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), bahkan mulai mencanangkan kebijakan new normal segala. Ini adalah pukulan telak bagi kerja keras mereka selama ini dalam upaya menghentikan penyebaran mata rantai virus Covid19, dan penyembuhan  para pasien yang terjangkit.

Upaya mereka seakan sia-sia dan tidak dihargai sama sekali. Kerja keras para tenaga medis ini menjadi tidak ada artinya meskipun harus dibayar oleh nyawa mereka. Karena bagaimanapun, jika memang kebijakan hidup New Normal ini diterapkan, maka dapat dipastikan akan semakin banyak peluang masyarakat yang bisa terinfeksi virus Covid19, dan itu artinya akan menjadi beban kerja yang lebih berat bagi para tenaga medis.  

Ketiga, pelaksanaan PSBB yang tidak konsisten dalam penerapannya. Segala macam kebijakan pemerintah yang sangat inkonsisten terhadap aturan dalam PSBB, sangat membingungkan masyarakat. Sehingga, di tengah kesulitan dan himpitan ekonomi yang dialami oleh masyarakat, membuat masyarakat banyak yang tidak disiplin  dalam mematuhi segala peraturan PSBB. Demi memenuhi kebutuhan dasar sandang dan pangan mereka, akhirnya banyak diantara mereka yang tetap keluar rumah dan melanggar segala aturan yang diterapkan di dalam PSBB tersebut. 

Keempat, pemerintah sepertinya sudah tidak ingin terlalu lama untuk mensubsidi kebutuhan ekonomi rakyatnya, sehingga memaksakan rakyatnya untuk harus berusaha sendiri memenuhi kebutuhan ekonomi mereka dengan cepat-cepat membuka kebijakan hidup berdampingan atau hidup kompromi dengan virus Covid19 ini. Bahkan mengajak rakyatnya untuk langsung saja hidup secara normal, meskipun sebenarnya sangat membahayakan kesehatan rakyatnya.  

Kelima, banyak macam kebijakan pemerintah yang tidak mengarah kepada kesehatan rakyat, tetapi lebih mengarah kepada  kebijakan ekonomi, terutama ekonomi secara makro. Sehingga, rakyat yang terinfeksi virus Covid19 semakin banyak, karena kebijakan pemerintah yang kaga nyambung dalam upaya penanggulangan penghentian penyebaran virus Covid19 ini, diantaranya seperti kenaikan iuran BPJS, disahkannya Perppu ‘Corona’ menjadi UU, simpang siur penyaluran dana bansos, dan lainnya.

Yang menjadi harapan rakyat dan masyarakat saat ini adalah kehidupan yang benar-benar normal seperti dulu, meskipun tidak new. Bukan kehidupan normal yang terkesan dipaksakan dan semu. Pastinya kehidupan normal itu tidak akan bisa dirasakan di tengah menyebarnya wabah virus. Sekali lagi, rakyat bangsa ini diminta untuk tetap bersabar dalam menjalani kehidupan yang tidak normal ini, dan dalam menghadapi ujian ini. Bersabar dalam arti tetap berusaha dan berjuang dalam menghindari penularan terjangkitnya virus Covid19 ini. 

Semoga kehidupan normal akan segera kita raih kembali. Normal dalam arti yang sesungguhnya, bukan normal buatan atau normal yang dipaksakan. Semoga Allah SWT ampuni segala dosa-dosa kita di bulan suci Ramadhan 1441 H ini, dan kita keluar dari bulan suci Ramadhan tahun ini sebagai pribadi-pribadi pemenang yang mempunyai keimanan yang kuat, tubuh yang sehat, akal fikiran yang cerdas, dan kehidupan yang normal menurut kehendak Allah SWT dan Rasul-Nya. Aamiin ya Robb.

Wallahu’alam bissowab

Jakarta, 20 Mei 2020