Home Edukasi Silat Tradisi harus Masuk Mulok

Silat Tradisi harus Masuk Mulok

Pendiri PPS Congkok, Abah Meong

1,078
0
SHARE
Silat Tradisi harus Masuk Mulok

Keterangan Gambar : Guru Besar dan Pendiri PPS Congkok Bachtiar Zam'an Bachir atau Abah Meong ( tengah rambut putih) diapit oleh Ketua Astrabi Korwil Barat Ahmad Bajuri (sebelah kiri) dan Guru Besar Beksi Kong Oting Bang Jaek (sebelah kanan). Paling kanan presenter Inung Nurjanah Ridwan, yang juga wartawan parahyangan-post.com. (foto Inung)

Pendiri PPS Congkok, Abah Meong:

Silat Tradisi harus Masuk Mulok

Jakarta, parahyangan-post.com- Silat tradisi harus masuk ke dalam muatan lokal (mulok). Sementara Sertifikat yang dikeluarkannya bisa dipakai untuk masuk jalur sekolah. Permintaan tersebut disampikan Guru Besar  dan pendiri Persatuan Pencak Silat (PPS) Congkok, Bachtiar Zam'an Bachir  atau Abah Meong, saat dihubungi wartawan parahyangan-post.com di padepokannya, Jakarta,  Selatan, beberapa waktu lalu.

Dalam bincang-bincang  tersebut Abah Meong ditemani Ketua Astrabi Korwil Barat Ahmad Bajuri dan Guru Besar Beksi Kong Oting, Bang Jaek.

“Jujur!  Kalau kita bicara silat tradisi kondisinya  menyedihkan. Kenapa saya bilang menyedihkan karena berpuluh-puluh tahun silat tradisi itu dianggap tidak ada. Tidak ada event event yang diselenggrakan untuk silat tradisi. Silat tradisi benar-benar dikesampingkan. Induk pencak silat kita lebih dominan ke silat prestasi. Sementara prestasi itu tidak akan ada tanpa adanya silat tradisi,” tutur Abah Meong.

Harus diketahui, lanjut Abah Meong,  yang paling awal adalah silat tradisi.  Dari tradisi, melahirkan prestasi. Tetapi belakangan tradisi dikesampingkan. Makanya di Asrabi (Asosiasi Pencak Silat Tradisi Betawi Indonesia -red) bertekad untuk memajukan pencak silat tradisi.

“Bersama Ketua Umum Asrabi Bapak H. Anwar Al Batawie kami bertekad memajukan pencak silat tradisi tanpa mengenyampingkan silat prestasi,” tambahnya.

Abah Meong berharap pemerintah mengangkat marwah silat tradisi ini.

“Kita pernah ajukan agar silat tradisi ini menjadi muatan lokal di sekolah, pada saat pencak silat ini diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya bangsa Indonesia. Kita juga  ajukan agar pencak silat tradisi disejejarkan dengan pencak silat prestasi. Karena di dalam pencak silat tradisi itu semua aspek pencak silat ada. Jadi kenapa harus dibedakan dengan silat prestasi?” tanya Abah Meong.

Jadi, lanjut Abah Meong,  pihaknya sangat berharap agar  pencak silat tradisi bisa masuk ke dalam muatan lokal di sekolah dan sertifikat-sertifikat yang dikeluarkannya pada  dalam event-event tertentu  bisa digunakan untuk masuk ke sekolah.

Sejenis Kucing

Ketika ditanya soal eksistensi dan keberadaan PPS Congkok, Abah Meong menceritakan, perguruannya  resmi berdiri sejak tahun 2005. Prakarsanya  murni dari orang tua perempuannya. Awalnya dari anak-anak pengajian. Diselingi silat. Berkembang.  Anak anak pun punya potensi lumayan, terus dikembangkan.

“Congkok  itu nama binatang sejenis kucing hutan berasal dari Jawa Barat. Binatang ini sudah langka. Tapi kita ambil lambangnya, lambang harimau untuk menjaga kewibawaan,” terang Abah Meong.

Hebatnya PPS Congkok mempunyai cabang di luar negeri, yakni di Spanyol  (dua tempat) dan di Chili. Sementara di Jakarta ada  sekitar 3-4 cabang.

Sejak berdiri, PPS  Congkok sudah mengikuti sekitar 30 turnamen. Dalam semua turnamen yang diikuti tersebut atlit-atlitnya menunjukkan prestasi yang memuaskan.

“Yang paling berkesan adalah turnamen di Ciracas yang diselenggarakan oleh Asrabi. Ketika  itu sebanyak   115 perguruan ikut ambil bagian.  Alhamdulillah PPS Congkok keluar sebagai juara umum,” kenang Abah Meong.

Di singgung mengenai jurus tenaga dalam yang dipunyai perguruannya, Abah Meong mengatakan, semua perguruan silat pasti memakai tenaga dalam. Tetapi di PPS Congkok jurus tenaga dalam baru diberikan kepada siswa yang sudah menyandang sabuk merah.

Diuraikan Abah Meong, jenjang (tingkatan) pemakain sabuk di perguruannya adalah, yang paling awal (dasar) pakai sabuk putih polos. Naik satu tingkat putih strip hitam. Naik ke kuning, dari kuning ke orange. Dari orange naik satu tingkat ke biru. Dari biru naik ke merah polos. Merah polos naik ke merah strip satu. Kemudian naik lagi ke hitam polos. Kemudian naik ke hitam bintang bintang 1, hitam bintang 2, hitam bintang 3. Yang terakhir  kembali ke sabuk putih. Tapi putihnya beda dengan anak-anak dasar.

Yang terakhir putihnya pakai kain mori. Dan itu tidak pernah dipergunakan, kecuali memang benar-benar dibutuhkan.

Sabar

Sementara itu Guru Besar Beksi Kong Oting, Bang Jaek mengatakan dalam melatih anak-anak dibutuhkan kesabaran.

“Kalau dibilang sulit melatih anak-anak,  ya tidak juga. Yang jelas kita (guru-red)  harus banyak bersabar. Apalagi murid kita itu anak usia dini. Tetapi alhamdulilah  dengan kesabaran dan ketekunan anak-anak bisa menjadi yang terbaik,” tuturnya.

Kemampuan siswa  untuk menguasai jurus, lanjut Bajuri, sebenarnya cukup cepat. Tergantung kepada anaknya sendiri. 

Yang mau belajar tekun bisa cepat. Kalau belajarnya malas-malasan, ya  itulah yang sulitnya,” timpanya.

Sedangkan Ketua Astrabi Korwil Barat Ahmad Bajuri mengatakan PPS Congkok sudah banyak melahirkan atlit yang berpretasi. Ke depan ia akan lebih  vokus lagi untuk  melatih, agar melahirkan banyak prestasi yang tercapai.

“Yang Asrabi harapkan, semoga PPS Congkok lebih solid dan berkembang. Kita berharap dengan cabang yang sudah ada di luar negeri, PPS Congkok  semakin go internasional,” tutupnya.*** (INUNG NURJANAH)