Keterangan Gambar : Barisan Nusantara Menggelar Diskusi Hutang Membebani Negara (foto : gun/pp)
JAKARTA, Parahyangan-post.com – Hingga saat ini pemerintah
harus membayar hutang yang sempat dipinjam untuk mengatasi krisis ekonomi 1997 –
1998.
"Sampai hari inipemerintah harus nyicil 12 persen dai total
utang Indonesia. Itu warisan krisis,”kata Awalil Rizki dalam diskusi Hutan yang
Membebani Negara. Dengan narasumber Dewan Pembina Barisn Nusantara , Awalil
Rizky dan pengamat INDEF Bima Yudistira. Diskusi yang yang digelar Barisan
Nusantara, Jumat (03/08/2017a0 di bilangan Jatinegara, Jakarta Timur.
Selanjutnya Awalil menjelaskan, pemerintah harus membayar
cicilan piutang kepada Bank Indonesia sekitar Rp.444,7 triliun dari total
pemerintah pusat per akhir Juni sebesar Rp.3.706 triliun. Bunga hutang domestik
sekitar Rp.150 triliun.
“Jika dibagi hutang setiap penduduk Indonesia maka
menanggung biaya Rp.14 juta,”kata Awalil. Pria yang pernah aktif di rumah
transisi pada awal terpilihnya Jokowi sebagai presiden ini, mengatakan bahwa pemerintah
telah mereformasi keuangan dan konsolidasi fiskal.
“Tapi besarnya pembiayaan infrastruktur mengharuskan APBN
ekpansif dengan berhutang,” tambah Awalil.
Apakah pembiayaan infratsruktur harus harus menggunakan
hutan dan mengapa defisit APBN makin membesar,”kata Awalil dengan nada bertanya.
Utang pemerintah terus meningkat sejak 2012. Tambahan utang
pada 2012 – 2014 mencapai Rp.609,5 triliun. Namun, piutang yang digunakan untuk
pembangunan innfratsruktur hanya Rp.456,1 triliun, pendidikan sebesar Rp.983,2
triliun, kesehatan Rp.145,9 triliun, dan sisanya untuk perlindungan sosial
serta dana desa.
Pada tahun 2015 – 2017, tambahan utang memang melonjak
hingga Rp.1.166 triliun. Utang tersebut dipakai untuk pembangunan infrastruktur
yang nilainya meningkat dua kali lipat yaitu mencapai Rp.912,9 triliun. Dana
pendidikan bertambah jadi Rp.1.176 triliiun, dana kesehatan meningkat menjadi
Rp.262,3 triliun dan sisanya untuk perlindungan sosial, dana desa, dan dana
alokasi khusus.
Utang menjadi pilihan pemerintah untuk menutupi kekuarangan
APBN. “Apakah kita perlu seperti keledai jatuh pada lubang yang sama,” tambah
Awalil menutup pembicaraan.
Kesempatan yang sama pengamat ekonomi INDEF, Bima Yudistira
mengatakan, hutang Indonesia akan jatuh tempo pada tahun 2019. Setidaknya ada 3
(tiga) skenario solusi. Pertama, kompromi dengan para debitur. Kedua, menolak
membayar. Ketiga, terbitkan Century Bond berjangka seratus tahun. Yang akan
dicicil selama seratus tahun.
“Semua pilihan itu mempunyai konsekwensi dan beberapa negara
telah salah melaksanakan salah satu solusi itu. Seperti Argentina mengambil
pilihan Century Bond atau Yunani menolak membayar hutang,”pungkas Bima.
Kesempatan terpisah, Gubernur Bank Indonesia Agus
Martowardoyo mengatakan total utang luar negeri pemerintah dan swasta masih 34
persen dari produk domestik bruto US$ 1 miliar, atau lebih rendah dari patokan
maksimal global sebesar 60 persen dari PDB. Nilainya saat ini mencapai US$ 334
miliar.
Rasio utang serupa dengan sepuluh tahun lalu, di mana total utang
luar negeri sebesar US$ 141 miliar atau 32 persen dari produk domestik bruto
saat itu.
“Utang tak apa kalau memang ekonomi tambah besar,
presentasenya masih sama, ini strategi investasi pembiayaan untuk membangun
ekonomi,”kata Agus Martowardoyo.
(gun/rat/PP)
LEAVE A REPLY