Home Agama Mencermati Booming Lembaga Tahfidz

Mencermati Booming Lembaga Tahfidz

Oleh Ismail, mahasiswa BK FKIP UIA

1,069
0
SHARE
Mencermati Booming Lembaga Tahfidz

Abstract

Currently, Muslims are far behind in science and technology. The latest discoveries that have changed human civilization in the 21st century were made by non-Muslims. Oddly enough, Muslim intellectuals still argue that this progress is not much compared to the progress that Islam achieved in its heyday. And they are sure that Allah SWT will return the peak of glory to Muslims. The proliferation of Al-Quran memorization institutions is expected to be able to explore the treasures of the Al-Quran related to science and technology, but in reality it has not been fully expected. In fact, its graduates who are booming have caused new social problems.

  1. Pendahuluan

Al-Quran adalah kitab suci umat Islam yang berisi petunjuk hidup dan prinsip-prinsip moral. Kitab ini dibaca, dihafal dan dijadikan pedoman  dalam  semua aspek kehidupan. Umat yakin membaca ayat-ayat al-Quran sudah mendapat pahala yang besar, yang balasannya adalah sorga. Sehingga  seakan tertanam dalam alam bawah sadar umat, al-Quran cukup dibaca dan dihafal saja. 

Makanya  dalam aspek perkembangan ilmu pengetahuan, sains dan teknologi, utamanya teknologi informasi,  -setuju atau tidak-, saat ini, umat Islam jauh tertinggal disbanding umat lain. Karena mereka hanya membaca teks tartil, bahkan  membaca teks dengan  pun diperlombakan (MTQ). Sehingga kehebatan (prestasi)  seorang Muslim pun cenderung  diukur  dari berapa jumlah medali emas yang peroleh  dalam MTQ, dan sejauhmana kemampuannya menghafal al-Quran. Mereka -para hafidz-  mendapat tempat terhormat di masyarakat. Kedudukannya tinggi dan mendapat berbagai keistimewaan.

Maka tidak heran pencapaian di bidang ilmu teknologi dan sains tertinggal karena kesibukkan menghafal itu. Temuan-temuan terpenting yang mengubah peradaban umat manusia dengan sangat cepat, justru diperoleh  oleh kalangan non Islam. Umat Islam cukup jadi konsumen atau penonton di pinggir lapangan saja.

Seiring dengan prestisiusnya kedudukan qori-qoriah. para hafidz-hafidzah maka bermunculanlah lembaga-lembaga tahfidz. Pada tahun 2022 tercatat di Kementerian Agama sebanyak  190.000  lembaga tahfidz yang terverifikasi. Sedangkan yang belum terferifikasi masih banyak lagi. Dan  jumlahnya ini tiap tahun selalu bertambah secara  drastis.

Makalah ini menelaah fenomena kemunduran Islam dalam sains, ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjamurnya lembaga tahfidz di Tanah Air.

  1. Kewajiban Mencari Ilmu

Islam adalah adalah agama akal. Islam adalah agama sains. Tidak ada agama bagi orang tidak berakal dan tidak sah ibadah seseorang tanpa ilmu. Ilmu dan agama saling melengkapi. Keduanya harus seiring. Ini jugalah yag kemudian menjadi motto UIA.

Ayat pertama Al-Quran yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad adalah kewajiban menuntut ilmu  (surat al Alaq ayat 1-5). Ayat ini hafal di luar kepala oleh umat Islam yang pandai baca-tulis al-Quran. Dan sering digaungkan dalam majelis yang bervokus keilmuan.

Sayangnya, ayat ini belum menjadi senjataampuh,  atau energi super terkuat untuk mencari, mengkaji dan  merebut ilmu pengetahuan dan teknologi. Ayat ini baru sebatas menggugah akan pentingnya ilmu, dan hidup dengan cara berilmu. Tetapi belum menjadi senjata untuk merebut dan berjuang hidup mati untuk meraihnya.

Ketika disadari  Islam sudah tertinggal jauh dalam sains dan teknologi, jawaban klasik yang sering diberikan oleh akademisi, ustad dan intelektual Islam  adalah, Allah akan mempergilirkan kejayaan Islam dalam penguasaan sains dan teknologi.  Biarlah saat ini Islam tertiggal, tapi pada masanya nanti Islam akan merebut Kembali kejayaan itu. Kejayaan sains dan teknologi yang dimiliki oleh non Muslim saat ini belum seberapa jika dibandingkan dengan kejayaan Islam  masa lalu.

Mereka berpatokan  pada ayat kelima dari surat al -Alaq yang berbunyi (artinya) “Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”

Dia (Allah) mengajarkan. Dengan demikian -dalam pemahaman mereka- akan tiba saatnya ilmu pengetahuan dan sains termutahir, yang kecanggihannya jauh melebihi yang ada saat ini,  akan diajarkan, akan diberikan, akan jatuh dari langit ke tangan Muslim. Dan dengan itu Islam bangkit menguasai dunia.

Jadi usah rakus ilmu. Tidak  usah direbut dengan bersusah payah, tidak usah dicari dengan riset yang bertahun-tahun, tidak usah diburu dengan biaya yang tinggi. Toh Allah akan menurunkannya juga kelak kepada umat Islam. Untuk apa bersusah payah?

Inilah hiburan -atau juga ungkapan prustasi- intelektual Islam dalam melawan dominasi sains dan teknologi non Islam.  

Yang tidak diwaspadai adalah kesalahan dalam memahami dan menginterpretasikan ayat-ayat Al-Quran  berdampak negatif terhadap kemajuan umat Islam. Padahal  ayat ini menekankan bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang terus berkembang. Ilmu pengetahuan modern, terus menerus menemukan hal-hal baru yang tidak diketahui sebelumnya. Atau yang dianggap mustahil sebelumnya.

Banyak orang yang memahami Al-Quran secara harafiah tanpa mempertimbangkan konteks sejarah dan sosial. Pendekatan ini sering kali mengabaikan makna yang lebih dalam dan aplikasi praktis dari ajaran Al-Quran.

  1. Fenomena Tahfidz dalam Konteks Sains dan Teknologi

Belakangan lembaga-lembaga tahfidz menjamur di Indonesia. Lulusannya, para hafidz mendapat posisi terhormat. Mereka disimbolkan sebagai kemenangan dan keagungan, serta keajaiban al-Quran.

Sebagai umat Islam, kita tentu bangga dengan semakin banyaknya generasi muda tertarik dan hafal al-quran. Banyak keunggulan atau keuntungan dari berdirinya lembaga-lembaga tahfidz itu. Diantaranya: 

  1. Peningkatan Pemahaman al-Quran. Dengan banyak individu yang mempelajari dan menghafal Al-Qur'an, maka  kualitas penghafalan dan pemahaman terhadap kitab suci meningkat.
  2. Pendidikan Karakter:  Lembaga tahfidz sering mengintegrasikan nilai-nilai moral dan etika dalam kurikulumnya, membentuk karakter peserta didik yang lebih baik.
  3. Komunitas yang Solid: Munculnya lembaga-lembaga ini memperkuat komunitas Muslim, menciptakan ikatan sosial yang lebih erat di antara para penghafal Al-Qur'an.
  4. Kesempatan Berkarir: Lulusan lembaga tahfidz memiliki peluang untuk berkarir sebagai pengajar, mubaligh, atau dalam bidang keagamaan lainnya.
  5. Dukungan Spiritual: Lembaga tahfidz menyediakan lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhan spiritual, membantu individu mendekatkan diri kepada Allah.
  6. Kegiatan Sosial: Banyak lembaga tahfidz juga terlibat dalam kegiatan sosial, seperti pengajian, bakti sosial, dan program kemanusiaan, yang berkontribusi pada masyarakat.
  7. Promosi Budaya Membaca: Dengan fokus pada penghafalan dan pembelajaran Al-Qur'an, lembaga ini mendorong budaya membaca di kalangan generasi muda.
  8. Pelestarian Bahasa Arab: Penghafalan Al-Qur'an juga mendorong pemahaman dan penggunaan bahasa Arab, yang penting dalam konteks keagamaan dan akademis.

Di sisi lain, ada kekhawatiran terhadap  lembaga tahfidz ini yakni,

Pertama, munculnya sikap perfeksionis. Tekanan untuk mencapai kesempurnaan dalam hafalan dapat mengembangkan sikap perfeksionis yang tidak sehat, mengakibatkan kekecewaan yang berlebihan jika tidak mencapai target.

Kedua, kurangnya penerapan ilmu. Fokus pada hafalan tanpa pemahaman yang mendalam  membuat mereka kesulitan menerapkan ajaran Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari.

Ketiga, sikap eksklusif. Beberapa lembaga mengembangkan sikap eksklusif terhadap metode atau tafsir tertentu, yang dapat menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam.

Keempat, pengabaian pendidikan umum. Fokus yang berlebihan pada penghafalan Al-Qur'an bisa mengakibatkan pengabaian terhadap pendidikan umum, yang penting untuk perkembangan holistik individu.

Kelima, keterbatasan inovasi: Lembaga yang terlalu fokus pada metode tradisional cenderung mengabaikan pendekatan pendidikan yang lebih inovatif dan relevan dengan kebutuhan zaman.

Keenam, stigma stereotip. Ada kemungkinan munculnya stereotip negatif terhadap penghafal Al-Qur'an, misalnya anggapan bahwa mereka kurang memiliki pengetahuan umum atau keterampilan lainnya.

Namun dari semua kekhawatiran  dari menjamurnya lembaga tahfidz, ada dua persoalan yang paling krusial, yang bisa menimbulkan masalah sosial, jangka pendek dan jangka yang amat panjang.

Pertama boomingnya lulusan lembaga itu tidak tertampung di pasaran kerja, karena mereka tidak mempunyai keterampilan lain. Setiap tahun jumlahnya meningkat. Maka tidak heran banyak kemudian ditemukan para tahfidz ini menjadi kuli, knek truk dan pengangguran masif.

Menteri Agama Nasaruddin Umar (pjmi.news.com) pernah ditanya wartawan, ke mana lulusan lembaga tahfidz ini disalurkan. Beliau menjawab, jumlah masjid dan musholla di Indonesia lebih dari satu juta , dan jumlah bertambah tiap tahun. Masih banyak dari masjid dan mushollah itu yang belum mempunyai imam tetap dan khatib. Jadi mereka tidak akan mengganggur. Kalau ada lulusan lembaga tahfidz yang menganggur, itu bukan karena tidak ada lapangan pekerjaan tetapi karena memang niatnya menghafal al_quran untuk ibadah. Bukan mencari pekerjaan.

Jawaban ini tentu mesti dikritisi lagi. Karena  percepatan penambahan jumlah lulusan tahfidz tidak sebanding dengan percepatan peningkatan jumlah rumah ibadah. Dan dari hasil penelusuran umumnya lulusan lembaga tahfidz itu ingin menjadi pegawai negeri (PNS) di Kementerian  Agama.

Yang kedua adalah, mandegnya perkembangan ilmu pengetahuan karena ayat suci Al-Quran hanya untuk dihafal dan dipamerkan pada lomba-lomba pembacayaan ayat suci (MTQ). Sementara kadungan utama di dalam al-Quran itu, yakni pentingnya mengejar ilmu pengetahuan terabaikan.

Tahfidz al-Quran hanya sampai khatam. Hanya sampai hafal. Setelah itu apa? Belum ada jawaban yang bisa diberikan selain hanya untuk kepentingan ritual ibadah. Selain untuk menjadi khatib, imam dan pemandu ritual keagamaan lainnya. Belum ada didengar tahfidz al-Quran di Indonesia menjadi penemu teknologi mutahir.

Ini karena   penghafal mengabaikan pendidikan (ayat-ayat yang berkaitan dengan sains), karena sains dianggap ilmu dunia tidak perlu dieksplor, sementara mereka lebih mementingkan mengejar akhirat.

Kekeliruan lain adalah  mengabaikan konteks ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan pencarian sains dan teknologi. Ayat-ayat yang diturunkan dalam konteks sains dan teknologi  seringkali disalahartikan.

Mereka juga mempunyai  pandangan dan pengertian yang terlalu sempit terhadap ajaran Al-Quran yang berhubungan dengan sains, sehingga mengabaikan prinsip-prinsip universal.

Mereka malah lebih cenderung mengambil atau memotong-motong ayat al-Quran untuk dijadikan zimat, rajah dan ilmu-ilmu non sains dan teknologi yang menjurus syirik.

Fenomena ini mirip dengan perkembangan agama Kristen Eropa di abad pertengan di mana mereka lebih memvokuskan diri ke dalam ritual keagamaan dan mengabaikan ilmu pengetahuan. Sehingga Eropa ‘gelap’ dan Islam berjaya. 

  1. Meminimalisir Kekeliruan Lembaga Tahfidz

Namun sebenarnya dampak negatif dari menjamurnya lembaga tahfidz ini bisa diminimalisir, bahkan bisa dijadikan kekuatan utama untuk merebut dominasi Islam di bidang sains dan teknologi.

Dalam jangka pendek terkait metode pengajaran,  diantaranya, dibuatkan Kurikulum Seimbang. Mengembangkan kurikulum yang seimbang antara penghafalan Al-Qur'an dan pendidikan umum, termasuk ilmu pengetahuan, bahasa, dan keterampilan hidup.

Yang kedua, melakukan pendekatan yang fleksibel. Menerapkan pendekatan yang lebih fleksibel dalam proses penghafalan, sehingga penghafal tidak merasa tertekan dan dapat belajar dengan cara yang sesuai dengan kemampuan mereka.

Yang ketiga, memberikan dukungan psikologis: Menyediakan dukungan psikologis bagi penghafal untuk membantu mereka mengatasi stres dan tekanan yang mungkin muncul selama proses hafalan.

Yang keempat adalah  memberikan pelatihan untuk pengajar. Melatih pengajar untuk mengenali dan mengatasi masalah yang mungkin dihadapi oleh penghafal, serta mengedukasi mereka tentang pentingnya keseimbangan antara hafalan dan pengetahuan.

Yang kelima, melakukan kegiatan sosial dan ekstrakurikuler. Mendorong partisipasi dalam kegiatan sosial dan ekstrakurikuler untuk meningkatkan interaksi sosial dan pengembangan keterampilan lainnya.

Yang kelima, menerapkan ilmu dalam kehidupan sehari-hari. Mengajarkan cara menerapkan ajaran Al-Qur'an dalam konteks kehidupan sehari-hari, sehingga penghafal dapat melihat relevansi hafalan mereka.

Sementara dalam jangka panjang, menjadi Hafidz bukanlah tujuan akhir bagi mereka yang masuk ke lembaga tahfidz, tetapi adalah sarana untuk mencari, mendalami,  mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ayat-ayat al-Quran yang berkaitan dengan sains dan teknologi seharusnya lebih banyak dieksplor ketimbang ayat-ayat yang berkaitan ibadah.

Al-Qur'an sebagai teks terbuka yang dapat ditafsirkan sesuai dengan konteks zaman dapat dilihat melalui beberapa aspek. Al-Qur'an ditulis dalam bahasa Arab yang kaya dan memiliki banyak lapisan makna. Kata-kata dan frasa dalam Al-Qur'an sering kali memiliki lebih dari satu tafsir, memungkinkan penafsir untuk mengeksplorasi makna yang relevan dengan konteks zaman.

Banyak ayat dalam Al-Qur'an bersifat umum dan tidak terikat pada konteks tertentu. Misalnya, prinsip-prinsip keadilan, kasih sayang, dan etika dapat diterapkan dalam berbagai situasi dan kondisi sosial.

Ayat al-Quran juga relevan  dengan perubahan konteks sosial. Pemahaman terhadap Al-Qur'an dapat berkembang seiring dengan perubahan sosial, budaya, dan ilmiah. Misalnya, isu-isu kontemporer seperti hak asasi manusia dan lingkungan hidup dapat diinterpretasikan melalui prinsip-prinsip yang terdapat dalam Al-Qur'an.

Kalau penafsian al-Quran zaman dahulu (awal-awal al-Quran diturunkan) tidak relevan lagi dengan kehidupan saat ini, maka penafsirannya bisa disesuaikan. Tidak memaksakan diri mengikuti pendapat mufassir  zaman itu.

Tafsir yang beragam diperkenankan dalam memahami al-Quran. Sejarah  menunjukkan bahwa para ulama dari berbagai zaman telah menghasilkan berbagai tafsir yang mencerminkan konteks budaya dan sosial mereka. Misalnya, tafsir klasik sering kali berbeda dengan tafsir modern dalam pendekatan dan interpretasi.

Dalam Islam, ada prinsip ijtihad yang memungkinkan para ulama untuk melakukan usaha intelektual dalam menafsirkan hukum dan ajaran agama berdasarkan konteks dan kebutuhan zaman. Ijtihad ini perlu dikembangan di kalangan tahfidz sehingga mereka tidak selalu melihat ke masa lalu, tetapi berorientasi  ke masa depan.

Al-quran  juga responsif terhadap perubahan. Al-Qur'an mengandung ajaran yang mendorong umat Islam untuk berpikir kritis dan responsif terhadap perubahan. Misalnya, perintah untuk mencari ilmu dan memahami alam semesta dapat dihubungkan dengan kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selain itu para tahfidz ini harus sering melakukan dialog kontemporer.Banyak tokoh Muslim kontemporer yang mengajak untuk melakukan dialog antara ajaran Al-Qur'an dan isu-isu modern seperti gender, pluralisme, dan demokrasi, menunjukkan bahwa Al-Qur'an tetap relevan dan dapat diinterpretasikan sesuai dengan konteks zaman.

 

  1. Kesimpulan

Diakui atau tidak, saat ini Islam tertinggal dari segi sains dan teknologi. Banyak intelektual Islam menyikapi ini dengan alibi, bahwa kejayaan itu akan Allah pergilirkan. Jadi ini bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan, melainkan sebuah siklus yang harus dijalani. Islam akan kembali jaya pada masanya.

Ada juga kelompok yang tidak mengakui bahwa merka tertinggal dalam sains. Mereka beralibi,  bahwa apa yang dicapai oleh non Islam saat ini belumlah sebanding dengan apa yang pernah dicapai saat Islam jaya. Jadi fakta ini tidak harus ditakuti. Jika saatnya tiba Islam akan memimpin di dalam sains dan teknologi.

Ayat kelima dari surat al-Alaq menjadi senjata pembenaran dari kondisi saat ini, sehingga ilmu tidak usah direbut tetapi cukup ditunggu karena Allah akan mengajarkannya. Dan yakin bahwa ada batasan-batasan ilmu yang boleh dimiliki manusia.

Hadirnya lembaga-lembaga tahfidz yang kemudian melahirkan hafidz-hafidz belumlah menjadi jawaban utama untuk mengekplor kandungan ilmu pengetahuan di dalam al-Quran. Mereka hanya sampai pada taraf menghafal, belum sampai pada kajian, yang kemudian bisa melahirkan tafsir kontemporer terhadap kandungan al-Quran, khususnya mengenai ayat-ayat yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan.

Ada kecenderungan booming hafidz ini menimbulkan masalah sosial karena banyak dari mereka yang menganggur, sementara untuk berkarir di bidang lain mereka tidak mempunyai keahlian. Kebanyakan mereka mengharapkan untuk diangkat menjadi PNS di lingkungan Kementerian Agama.

  1. Saran

Tertinggalnya Islam di bidang sains dan harusah disikapi dengan menciptakan sistem pendidikan yang lebih berorientasi ke masa depan, yakni penguasaan sains dan teknologi. Para intelektual Islam jangan lagi beralibi bahwa Islam akan jaya pada masanya. Dominasi di bidang ilmu itu harus direbut dan  diperjuangkan,  bukan ditunggu.

Intelektual Islam jangan lagi  mengagung-agungkan masa lalu secara berlebihan yang membuat generasi muda terlena, sehingga menimbulkan ‘kemalasan’ berjuang untuk  merebut dominasi di bidang sains dan teknologi.  

Harus dipompakan semangat kepoada generasi muda , bahwa sudah saatnya Islam memimpin di bidnag sains dan teknologi! Kuasai ilmu pengetahuan dan teknolgi dengan cara apa pun.

Harus ada solusi bagi pertumbuhan lembaga tahfidz, sehingga hafidz yang booming tidak menimbulkan masalah sosial baru yang  membawa kegelapan dalam sains dan teknologi.

Kesalahan dalam memahami Al-Quran yang menghambat kemajuan umat Islam harus dihilangkan dengan meningkatkan pendidikan sains dan teknologi, mendorong dialog, dan memanfaatkan teknologi informasi terbaru dalam pengajaran.***

 

 

Referensi :

1.            Estuningtyas, R. D., Hamid, A., Nurhaidah, S. N., & Majid, Z. A. (2023). The Role Of The Millennial Generation In Da'wah Journalism In The Digital Age. Jurnal Syntax Transformation, 4(7), 35-45.

2.            Hamid, A. (2024). Islamic Propagation Movement On Nationalist Paradigm. Al-Risalah: Jurnal Studi Agama Dan Pemikiran Islam, 15(1), 92-101.

3.            Hamid, A., Shalih, M. U., & Uyuni, B. (2023). Christianization as a challenge for Islamic da?wah in Indonesia. Millah: Journal of Religious Studies, 19-60.4.       Hamid, A. (2015)

4.            Pengantar Studi Dakwah. Jakarta: Gema Amalia Press. Hamid, Abdul.

5.            Hamid, A. (2024). DAKWAH TANPA BATAS: Membawa Pesan Islam ke Penjuru Dunia. Sustainability (Switzerland).

6. https://pjminews.com/berita/detail/lulusan-lembaga-tahfidz-quran-tidak-usah-khawatir-jadi-penganggur

7.  https://kemenag.go.id/nasional/catat-190000-lembaga-pendidikan-al-quran-sudah-dapat-tanda-daftarhanp03#:~:text=Catat%2C%20190.000%20Lembaga%20Pendidikan%20Al%2DQuran%20Sudah%20Dapat%20Tanda%20Daftar

8. https://parahyangan-post.com/berita/detail/unlimited-quran-miracles-upaya-jadikan-alquran-literasi-tertinggi-jawab-persoalan-hidup

9. https://parahyangan-post.com/berita/detail/158-orang-ikuti-wisuda-tahfizh-via-online

10. https://parahyangan-post.com/berita/detail/bekasi-mengaji-2-akan-digelar-sepanjang-pedestrian-ahmad-yani-sisi-timur

 

 

Catatan: Makalah ini sudah dipublikasikan di  Jurnal academia.edu