
Keterangan Gambar : Ibu-ibu Masjid Annur kembali melaksanakan perjalanan spiritual yang telah menjadi tradisi tahunan mereka. Kali ini, mereka mengunjungi Panjalu, sebuah tempat yang kaya akan nilai sejarah dan spiritualita
Ziarah Perjalanan Spiritual Pengajian Ibu-Ibu Masjid Annur ke Panjalu: Mengenang Prabu Haryang Kancana dan Syekh Abdul Iman ( Prabu Borosngora)
Oleh : Rissa Churria *)
PENGAJIAN - Ibu-ibu Masjid Annur kembali melaksanakan perjalanan spiritual yang telah menjadi tradisi tahunan mereka. Kali ini, mereka mengunjungi Panjalu, sebuah tempat yang kaya akan nilai sejarah dan spiritualitas. Dipandu oleh Abi Dadang Jalaluddin, guru pengajar dan pembimbing ziarah, para peserta diajak untuk memahami warisan kebudayaan dan pesan keagamaan dari Prabu Haryang Kancana, putra Prabu Borosngora atau dikenal juga sebagai Syekh Abdul Iman.
Panjalu: Jejak Peradaban dan Keagamaan
Panjalu adalah sebuah wilayah di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, yang memiliki sejarah panjang sebagai pusat peradaban. Wilayah ini dikenal sebagai tempat lahirnya Kerajaan Panjalu, yang berdiri sekitar abad ke-10 hingga ke-14 Masehi. Kerajaan ini memiliki corak Hindu-Buddha sebelum akhirnya memeluk Islam melalui peran Prabu Borosngora, seorang raja bijaksana yang kemudian menjadi seorang ulama besar.
Prabu Borosngora, yang dikenal dengan nama Islamnya, Syekh Abdul Iman, memiliki peran penting dalam menyebarkan ajaran Islam di tatar Sunda. Beliau adalah tokoh yang dihormati karena berhasil menyelaraskan ajaran agama dengan budaya lokal. Putranya, Prabu Haryang Kancana, melanjutkan perjuangan sang ayah dalam menjaga keharmonisan antara nilai-nilai tradisi dan agama.
Di tengah Danau Situ Lengkong, terdapat sebuah pulau kecil yang menjadi makam Prabu Haryang Kancana. Pulau ini bukan sekadar tempat peristirahatan terakhir seorang raja, tetapi juga simbol spiritual yang menjadi tujuan ziarah banyak orang, termasuk rombongan dari Masjid Annur.
Tradisi Ziarah Pengajian Annur
Ziarah yang dilakukan oleh pengajian ibu-ibu Masjid Annur bukan hanya sekadar kunjungan biasa, melainkan perjalanan spiritual yang penuh makna. Abi Dadang Jalaluddin menjelaskan bahwa tradisi ziarah ini bertujuan untuk memperkuat keimanan, merenungi perjuangan para pendahulu, dan mengambil hikmah dari perjalanan sejarah.
Setiap tahun, pengajian ini memilih tujuan yang berbeda-beda, sesuai dengan nilai sejarah dan spiritual yang ingin digali. Tahun ini, Panjalu dipilih karena kisahnya yang erat dengan penyebaran Islam di tanah Sunda, serta pengabdian para rajanya dalam menjaga harmoni antara tradisi dan agama.
Rangkaian Perjalanan
Rombongan memulai perjalanan mereka dengan doa bersama, memohon keselamatan dan kelancaran ziarah. Sesampainya di Panjalu, mereka menuju Situ Lengkong. Dengan perahu tradisional, mereka menyeberang ke pulau kecil tempat makam Prabu Haryang Kancana berada.
Di makam, para peserta membaca tahlil, dzikir, dan doa bersama. Abi Dadang Jalaluddin memberikan tausiyah tentang pentingnya menjaga warisan sejarah dan mengambil pelajaran dari kehidupan para leluhur. Beliau juga mengingatkan bahwa perjalanan ini adalah bentuk syukur atas nikmat iman yang telah diwariskan oleh para tokoh besar seperti Prabu Borosngora dan Prabu Haryang Kancana.
Hikmah dari Perjalanan Spiritual
Ziarah ini menjadi momen refleksi bagi para peserta. Mereka diajak untuk merenungi perjuangan para pendahulu yang telah menyebarkan Islam dengan damai dan bijaksana. Selain itu, perjalanan ini mengajarkan pentingnya menjaga tradisi, budaya, dan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
Para peserta juga merasakan kedamaian batin setelah mengikuti ziarah. Mereka berharap tradisi ini terus berlanjut, menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mengenalkan generasi muda pada sejarah yang penuh nilai.
Menjaga Tradisi Ziarah sebagai Warisan Budaya
Tradisi ziarah pengajian Masjid Annur bukan hanya perjalanan spiritual, tetapi juga bentuk pelestarian budaya. Dengan mengenang kisah Panjalu dan para tokohnya, generasi masa kini dapat memahami betapa pentingnya peran agama dan budaya dalam membangun peradaban yang harmonis.
Perjalanan ini diharapkan terus menjadi pengingat bahwa nilai-nilai luhur seperti kesabaran, keteladanan, dan pengabdian kepada masyarakat harus terus dijaga dan diwariskan. Ziarah ini bukan hanya tentang perjalanan ke tempat yang jauh, tetapi juga perjalanan hati untuk menemukan makna hidup yang sejati.
-----------------------------------------------
*) Rissa Churria : adalah pendidik, penyair, esais, pelukis, aktivis kemanusiaan, pemerhati masalah sosial budaya, pengurus Komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM), pengelola Rumah Baca Ceria (RBC) di Bekasi, anggota Penyair Perempuan Indonesia (PPI), saat ini tinggal di Bekasi, Jawa Barat, sudah menerbitkan 10 buku kumpulan puisi tunggal, 1 buku antologi kontempelasi, 1 buku Pedoman Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa, 1 buku Esai, serta lebih dari 100 antologi bersama dengan para penyair lainnya, baik Indonesia maupun mancanegara. Rissa Churria adalah anggota tim digital dan siber di bawah pimpinan Riri Satria, di mana tugasnya menganalisis aspek kebudayaan dan kemanusiaan dari dunia digital dan siber.
LEAVE A REPLY