
Judul Film : Gifted
Pemain Utama : Chris Evans, Mckenna Grace, Lindsay Duncan, Jenny Slate, Octavia Spencer
Sutradara : Marc Webb
Tahun Rilis : 2017
Genre : Drama
Produksi : TSG Entertainment dan FilmNation Entertainment
Mendidik anak jenius memang tidak mudah. Perlu sekolah khusus. Jika salah didik bisa berakibat fatal bagi masa depannya. Dan dunia akan kehilangan temuan baru ciptaan yang melampaui zamannya. Temuan yang tak terpikirkan oleh orang dengan kecerdasan biasa-biasa saja.
Masalahnya, tidak semua orang tua memahami cara mendidik anak jenius. Bahkan ada juga yang tidak tahu bahwa anaknya itu berbakat. Dan menganggap kelainan perilakunya sebagai aib. Kemudian memaksanya hidup wajar dan teratur seperti anak-anak lain.
Film Gifted memberi wawasan dan cara pandang bagaimana cara mendidik anak jenius. Uniknya anak jenius ini (Mary) lahir dari keluarga yang berantakan. Ibunya (Diane) bunuh diri ketika ia berumur 6 bulan. Ia kemudian diasuh pamannya, Frank. Frank membawanya ke daerah terpencil dan miskin. Mereka hidup sederhana tanpa jaminan kesehatan. Frank tidak menikah, ia hidup sebagai tukang service perahu motor.
Frank tahu Mery jenius maka ia mengajarnya di rumah. Namun Frank ingin Mary ingin hidup normal. Memiliki masa kecilnya yang indah. Tidak ingin kehilangan masa bermain. Bisa bersosialisasi dengan teman sebaya, seperti yang dipesankan Diane sebelum meninggal. Maka Frank kemudian memasukkan Mery ke sekolah umum.
Di sinilah dimulainya konflik yang saling bertaut. Yang membutuhkan peran (ilmu) psikologi untuk bisa memahaminya. Pihak sekolah menyadari Mery anak jenius dan menyarankan agar disekolahkan di sekolah khusus dan akan mendapatkan beasiswa. Tapi Frank menolak dan bersikeras agar di sekolah umum. Guru Mary (Bonie) kemudian mencari tahu latar belakang Mery dan sikap keras Frank.
Dia pun terkejut karena ternyata Nenek Mery adalah Evelyn Adler, seorang ilmuawan matematika yang kaya raya.
Dengan niat baik Bonie kemudian menghubungi Evelyn dan memberitahu bahwa cucunya ada di sekolahnya.
Evelyn yang sudah bertahun-tahun mencari Mery, kemudian menemui Mary dan Frank. Ia ingin mengambil hak asuh Mery karena ia yakin Frank tidak mampu membiayai pendidikannya. Selain itu Evelyn pun sudah mempunyai tujuan khusus untuk memenuhi ambisi intelektualnya.
Frank bertahan tidak akan menyerahkan pengasuhan Mary kepada Evelyn. Perbedaan pendapat tidak mencapai titik temu. Akhirnya mereka sepakat menyelesaikan melalui pengadilan.
Dengan ambisinya yang sangat ambisius, Evelyn menyewa pengacara kelas top yang berbiaya mahal. Ia yakin akan menang di pengadilan. Sementara Frank hanya mampu menyediakan pencara probono yang gratis dan dibiayai pemerintah daerah.
Tetapi Evelyn memang cerdas dan licin. Ia tahu bahwa dia akan kalah kemudian menawar kompromi lain. Yakni Mary harus diasuh oleh pihak ketiga yakni panti asuhan, sampai usia 12 tahun. Dan tidak boleh dikunjungi kecuali dalam waktu-waktu tertentu. Kompromi ini sangat menyakitkan Frank. Tapi ia harus menerimanya.
Maka dengan berat hati dan sedih yang teramat sedih, akhirnya ia melepaskan Mary diasuh oleh orang tua angkatnya.
Ternyata orang tua angkat Mery itu adalah orang sewaan Evelyn. Frank mengetahuinya berkat kucing bermata satu piaraan Mary yang dibuang ke dinas pemeliharaan hewan liar. Kucing itu boleh diadopsi oleh siapa saja sebelum disuntik dan dijadikan kelinci percobaan.
Frank yakin Evelyn pasti berada di rumah orang tua angkat Mery. Kucing itu dibuang karena ia alergi kepada kucing. Maka dengan emosi yang tinggi ia mendatangi rumah orang tua asuh Mery. Ternyata benar. Evelyn sedang berada di situ dan sedang melakukan pelatihan kepada Mery untuk menjawab tantangan soal matematika yang rumit.
Di sini terjadi pertengkaran lagi. Namun Frank lebih realistis. Sebenarnya ingin merealisasikan ambisi ibunya itu menjadi imuawan matematika dan memecahkan persoalan rumit yang belum diselesaikan oleh Diane (ibu Mery) yang kemudian bunuh diri itu.
Frank menyerahkan kertas-kertas kerja dan diktat yang sebenarnya sudah siap dibukukan karena telah berhasil memecahkan masalah.
Film berakhir ketika Evelyn menghubungi kampus (MIT) untuk menerbitkan kertas kerja Diane di jurnal dan menasbihkannya sebagai ilmuan matematika. Sementara Mery disekolahkkan di sekolah khusus anak-anak jenius yang sesuai dengan keinginannya.
*
Film ini nyaris tanpa cela. Baik dalam garapan sinematografinya yang apik. Karakter para pemain utama dan pemain pembantu yang kuat. Maupun rangkaian cerita sederhana namun saling mengkait dan tidak membosankan.
Penonton bisa memahami dialog-dialog cerdas dibawakan oleh anak kecil karena ia memang jenius. Berbeda misalnya, jika dialog cerdas itu dibawakan oleh anak-anak dengan latar belakang biasa-biasa saja. Karena akan ketahuan bahwa dialog itu dipaksakan.
Meski ada konflik yang sangat tajam, film ini tidak memunculkan peran antagonis yang layak dibenci dan dihujat. Kita akhirnya bersimpati kepada semua tokoh dan kesemua prinsipnya. Karena mempunyai latar yang kuat.
Nenek Mery (Evelyn) sangat teguh pada prinsip dan sikapnya, dan siap melakukan apa saja demi mendapatkan Mery, adalah tipikal ilmuan sejati yang mempunyai tujuan mulia demi ilmu pengetahuan. Sikapnya ini bisa dibenarkan jika kita memahami psikologi imuan.
Frank bersiteguh memelihara dan mendidik Mery karena ia sangat sayang, dan tidak ingin Mery seperti ibunya yang bunuh diri karena tidak mampu memenuhi ambisi orang tuanya. Sikapnya ini adalah tipikal seorang ayah (meskipun ia bukan ayah biologis) yang bertanggungjawab.
Sementara Mery yang jenius, yang berbakat memerlukan pendidikan khusus agar bakatnya itu tersalurkan dengan baik.***
*Penulis Mahasiswa Universitas Islam As Syafi'iyah (UIA) Jatiwaringin, Pondok Gede.
LEAVE A REPLY