Home Ekbis Pemerintah Harus Menyiapkan Dana Kompensasi Khusus Terhadap Korban Efek Samping Vaksin

Pemerintah Harus Menyiapkan Dana Kompensasi Khusus Terhadap Korban Efek Samping Vaksin

1,388
0
SHARE
Pemerintah Harus Menyiapkan Dana Kompensasi Khusus Terhadap Korban Efek Samping Vaksin

Keterangan Gambar : Farouk Abdullah Alwyni, Ketua Departemen Ekonomi & Pembangunan, Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Investasi (Ekuin) DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) (Foto : ist/pp)

JAKARTA [www.parahyangan-post.com] - Farouk Abdullah Alwyni, Ketua Departemen Ekonomi & Pembangunan, Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Investasi (Ekuin) DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyoroti bahwa ditengah-tengah upaya gencar pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk menjalankan program vaksinasi Covid-19 maka sudah selayaknya jika pemerintah juga memberikan perhatian yang optimal terkait persoalan efek samping vaksin. 

Farouk menambahkan bahwa paling tidak ada dua kasus berat terbaru sebagai dampak samping vaksin. Pertama kasus Trio Fauqi, pemuda yang meninggal pada tanggal 6 Mei 2021 usai divaksin AstraZenneca, padahal dari hasil autopsi, tidak ditemukan adanya komorbid, serangan jantung atau gagal paru. Kedua adalah kasus yang menimpa Amelia Wulandari, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Syah Kuala Banda Aceh yang lumpuh usai menjalani vaksinasi Covid-19 di Akademi Keperawatan Meulaboh pada tanggal 27 Juli 2021. 

“Dua kasus tersebuh adalah kasus-kasus yang terungkap ke media masa, kita belum tahu lagi kasus-kasus lain yang tidak pernah terpublikasi di media masa ataupun media sosial, mungkin jauh lebih banyak lagi”, ujar Farouk. 

“Satu persoalan yang perlu diperhatikan terkait program vaksinasi adalah efek samping  vaksin. Dewasa ini secara internasional, pemberitaan terkait efek samping vaksin Covid-19 selalu ada, mulai dari Astra Zenneca, Sinovac, Pfizer, Moderna, dan terakhir Johnson & Johnson,” ujar Farouk Alwyni. 


Farouk memaparkan bahwa di Amerika Serikat sendiri laporan terkait efek samping vaksin Covid-19 dikelola oleh Center for Disease Control (CDC) dan Food & Drug Administration (FDA) yang disebut dengan Vaccine Adverse Event Reporting System (VAERS). “Pemerintah perlu menciptakan hal yang serupa di Indonesia, dan yang terpenting adalah mekanisme pelaporan harus dibuat semudah dan setransparan mungkin”, tegas Dewan Penasehat Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia ini. 

Mantan Caleg PKS Dapil DKI II 2019 ini menjelaskan bahwa dengan menggunakan data dari VAERS (s/d 18 Juni 201),  seorang senator Amerika Serikat bernama Ron Johnson baru-baru ini, bersama pihak-pihak yang terkena efek samping vaksin Covid-19, memaparkan bahwa efek samping yang menyebabkan meninggal dunia adalah berjumlah 4.812 orang hampir mendekati seluruh dampak samping vaksin-vaksin lainnya yang diberlakukan sejak tanggal 1 Juli 1990 yang berjumlah 5.039 (korban efek samping 6 bulan penerapan Vaksin Covid-19 hampir sama dengan lebih dari 31 tahun total penerapan vaksin-vaksin lainnya). Gambaran yang kurang lebih sama juga terjadi untuk efek samping yang menyebabkan kelumpuhan permanen (4,996 orang dalam waktu 6 bulan VS 12,053 dalam waktu 31 tahun). 

“Ron Johnson juga membandingkan bahwa efek samping vaksin flu yang menimbulkan kematian antara tanggal 1 Januari 1996 s/d 31 Maret 2021 (25 tahun lebih) adalah berjumlah 955 jauh dibawah efek samping vaksin Covid-19 yang berjumlah 4.812,” papar alumni New York University ini. 

Belajar dari kasus di Amerika Serikat, Farouk meminta bahwa baik pemerintah pusat maupun daerah harus lebih berhati-hati dalam menjalankan program vaksinasi nasional. “Tolong jangan hanya mengejar target saja, safety first harus diprioritaskan, dan jangan melakukan pemaksaan dengan berbagai cara seperti yang terjadi saat ini,” pinta Farouk. 

“Dalam rangka menjalankan program vaksinasi nasional yang lebih prudent dan bertanggung jawab, sudah seharusnya pemerintah menyiapkan dana kompensasi yang transparan untuk masyarakat yang terkena efek samping dari vaksin, khususnya untuk yang berat, baik yang memerlukan kebutuhan pengobatan berkala setelah suntikan vaksin, kelumpuhan, ataupun kematian,” ujarnya.   

Farouk juga mengungkapkan bahwa untuk membantu meningkatkan kepercayaan publik terhadap vaksinasi dan menunjukkan bahwa pemerintah bersedia menanggung risiko efek samping, negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand telah menyiapkan dana kompensasi bagi penerima vaksinasi yang menderita efek samping yang serius (termasuk meninggal). Hal ini mengingat bahwa berdasarkan survey yang ada ternyata salah satu alasan keraguan banyak anggota masyarakat terhadap program vaksinasi adalah kekhawatiran terhadap efek samping. 

Mantan Direktur Bank Muamalat ini merincikan bahwa Singapura menganggarkan ganti rugi senilai SD 451 ribu (sekitar Rp. 4.8 milyar) bagi setiap warga yang terkena efek samping parah dari vaksin COVID-19; Malaysia mengalokasikan dana RM 500 ribu (sekitar Rp. 1.7 milyar) bagi setiap individu yang terdampak cacat permanen atau kematian; dan Thailand memberikan kompensasi sebesar THB 400 ribu (sekitar Rp. 180 juta) untuk mereka yang mengalami efek samping parah termasuk kematian. 


“Mekanisme kompensasi ini juga telah dibuat WHO untuk 92 negara-negara yang berpendapatan rendah dan menengah bawah yang didalamnya banyak terdapat negara-negara di Afrika dan Asia Tenggara termasuk Indonesia, pemerintah tinggal menjalankannya secara transparan dan tidak birokratis,” tutup Farouk.

(ratman/ws/pp)