Home Opini Fakta dan Realita Dibalik Peringatan 75 Tahun Nakba Palestina

Fakta dan Realita Dibalik Peringatan 75 Tahun Nakba Palestina

499
0
SHARE
Fakta dan Realita Dibalik Peringatan 75 Tahun Nakba Palestina

Oleh: Rana Setiawan
Kepala Peliputan Kantor Berita MINA, Wakil Sekjen Persaudaraan Jurnalis Muslim Indonesia (PJMI)

 

UNTUK - Pertama kalinya dalam sejarah PBB, peringatan Hari Nakba Palestina akan diperingati di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat, sesuai amanat Majelis Umum PBB (A/RES/77/23 tanggal 30 November 2022). 

Komite PBB untuk Pelaksanaan Hak Rakyat Palestina (CEIRPP) akan menyelenggarakan Pertemuan Khusus Tingkat Tinggi dalam rangka memperingati 75 tahun Nakba di Markas Besar PBB New York, pada Senin, 15 Mei 2023, mulai pukul 10.00 hingga 12.30 (Waktu New York). Peringatan 15 Mei dikenal oleh banyak orang sebagai Hari Nakba, yang memperingati ratusan ribu orang Palestina yang terpaksa melarikan diri atau diusir dari rumah mereka dalam perang atas berdirinya 'negara sepihak' Israel pada 1948. 

Nakba, yang dalam bahasa Arab berarti "malapetaka", diakui sebagai hari yang paling kelam bagi bangsa Palestina, tetapi di lain pihak dirayakan oleh pemukim Israel sebagai "Hari Kemerdekaan," karena peristiwa itu juga disebut sebagai awal pembentukan "negara sepihak" Israel. 

Tanggal peringatan masing-masing sedikit berbeda, karena perayaan Israel berubah setiap tahun berdasarkan kalender Ibrani. 

Peristiwa Nakba adalah salah satu akar dari permasalahan atas apa yang hari ini kita saksikan di tanah yang terjajah - Palestina. Kejadian ini juga merupakan akar dari penderitaan bangsa Palestina yang berkelanjutan. 

Para penduduk lokal Palestina secara terpaksa terusir dan tidak pernah diterima untuk kembali. Peristiwa Nakba bukanlah peristiwa masa lalu, ini masih terjadi hingga sekarang. 

Seluruh organisasi Hak Asasi Manusia mainstream kemudian setuju pada fakta bahwa warga Palestina hidup di situasi apartheid, dan tindakan melawan bangsa Palestina adalah bagian dari tindakan kejahatan perang. Peristiwa Nakba mengarah pada tragedi pengusiran massal dan pembersihan etnis terhadap rakyat Palestina, kota-kota, dan pedesaannya di bawah tangan para pemukim ekstrimis Yahudi dan milisi Zionis. 

Pembantaian terjadi di desa-desa Palestina, saat milisi Zionis melakukan pembunuhan tanpa pandang bulu terhadap warga yang tak bersenjata dan menguburkannya secara massal. Diperkirakan, sekitar 15.000 warga Palestina tewas, dan lebih dari 750.000 lainnya harus lari dari rumah mereka dan hidup sebagai pengungsi. 

Malapetaka atau bencana besar Palestina, Nakba, juga adalah salah satu konsekuensi terpenting dari pembentukan "negara sepihak" Israel, pada Mei 1948, yang tidak berhenti menerapkan strateginya yang dirangkum oleh David Ben-Gurion, Perdana Menteri Israel pertama, yang berkata bahwa situasi di Palestina akan diselesaikan dengan kekuatan militer. Ini adalah titik awal strategis yang paling penting untuk penjajahan di Palestina dan Yahudisasi pada akhirnya. 

Agresi militer Israel di Gaza baru-baru ini terjadi serta penodaan dan penyerbuan ektrimis Yahudi ke Masjid Al-Aqsa, Kota Al-Quds (Yerusalem) yang masih berlanjut, bukti kekalnya sistem apartheid dan penjajahan yang sudah digagas para pendiri negara sepihak Israel itu. 

Berdirinya "negara sepihak" Israel pada 78 persen dari wilayah sejarah Palestina, tepat 51 Tahun setelah konferensi Zionis pertama diadakan di kota Swiss Basel. 

Keturunan mereka para korban Nakba sekarang berlipat ganda dan sebagian besar masih tinggal di berbagai negara di seluruh dunia. Presiden Biro Pusat Statistik Palestina (PCBS), Ola Awad, mengatakan, Ahad (14/5/2023), 75 tahun sejak Nakba Palestina, jumlah warga Palestina di seluruh dunia telah berlipat ganda sekitar 10 kali lipat. 

Berikut fakta-fakta penting yang perlu diperhatikan dalam rangka memperingati 75 tahun Nakba Palestina yang dirangkum dari berbagai sumber resmi pemerintah Palestina dan Kantor Berita Nasional Palestina WAFA, oleh penulis: 


Nakba: Pembersihan Etnis, Pemindahan Warga Palestina dan Kolonialisme Pemukim 
Peristiwa Nakba di Palestina menggambarkan proses pembersihan etnis di mana bangsa pribumi yang tidak bersenjata dihancurkan dan penduduknya dipaksa mengungsi secara sistematis untuk digantikan oleh penjajah Yahudi dari seluruh dunia. 
Nakba mengakibatkan pemindahan 957 ribu orang Palestina dari 1,4 juta orang Palestina yang tinggal di Palestina bersejarah pada tahun 1948 di 1.300 desa dan kota. 

Mayoritas pengungsi Palestina berakhir di negara-negara Arab tetangga, di Tepi Barat dan Jalur Gaza dan negara-negara lain di dunia. Selain itu, ribuan warga Palestina – yang tinggal di tanah yang dikuasai pendudukan Israel pada tahun 1948 – diusir dari rumah dan tanah mereka yang dirampas. 

Menurut bukti dokumenter sejarah, Pendudukan Israel menguasai 774 kota dan desa dan menghancurkan 531 kota dan desa Palestina selama Nakba. Kekejaman pasukan Zionis juga mencakup lebih dari 51 pembantaian di mana lebih dari 15 ribu orang Palestina menjadi syuhada. 


Realitas Demografis: Jumlah Penduduk Palestina Meningkat Berlipat Ganda, Sekitar 10 Kali Lipat Sejak Nakba 1948
M
enurut laporan Biro Pusat Statistik Palestina, Penduduk Palestina pada tahun 1914 sekitar 690 ribu; di antaranya hanya 8% adalah orang Yahudi. Pada tahun 1948, jumlah orang Palestina di Palestina melebihi 2 juta; 31,5% dari mereka adalah orang Yahudi. 

Antara tahun 1932 dan 1939, jumlah imigran Yahudi terbesar ke Palestina mencapai 225 ribu orang Yahudi. 

Antara 1940 dan 1947, lebih dari 93 ribu orang Yahudi mengalir ke Palestina. Dengan demikian, Palestina menerima sekitar 318 ribu orang Yahudi antara tahun 1932 dan 1947 dan lebih dari 3,3 juta dari tahun 1948 hingga 2022. 

Terlepas dari pemindahan lebih dari satu juta orang Palestina pada 1948, dan pengusiran lebih dari 200 ribu orang Palestina (mayoritas dari mereka ke Yordania) setelah perang 1967, populasi dunia Palestina adalah 14 juta pada akhir 2022, yang berarti bahwa jumlah orang Palestina di dunia meningkat berlipat ganda, sekitar 10 kali lipat sejak peristiwa Nakba, dan lebih dari setengahnya tinggal di Palestina yang bersejarah pada akhir 2022. 

Dengan demikian, jumlah totalnya mencapai 7 juta (1,7 juta di wilayah pendudukan pada 1948). 
Perkiraan populasi menunjukkan bahwa jumlah populasi pada akhir 2022 di Tepi Barat, termasuk Yerusalem, adalah 3,2 juta dan sekitar 2,2 juta di Jalur Gaza. 

Adapun populasi Kegubernuran Yerusalem sekitar 487 ribu; sekitar 65% di antaranya (sekitar 314 ribu) tinggal di bagian Yerusalem yang dianeksasi oleh pendudukan Israel pada tahun 1967 (J1). Data menunjukkan bahwa orang Palestina mewakili 50,1% populasi yang tinggal di Palestina bersejarah, sedangkan orang Yahudi mencapai 49,9% pada akhir tahun 2022. Otoritas Pendudukan Israel terus menguasai 85% wilayah Palestina bersejarah, yang berjumlah 27 ribu kilometer persegi (km2). 

Status Pengungsi Palestina 
Pada Desember 2020, catatan Agensi Pekerjaan dan Pemulihan PBB untuk Pengungsi Palestina  (United Nations Relief and Works Agency /UNRWA) menunjukkan jumlah total pengungsi Palestina sekitar 6,4 juta jiwa, di antaranya sekitar dua juta jiwa di Tepi Barat dan Jalur Gaza, 28,4% di antaranya tinggal di 58 kamp ( 10 di Yordania, 9 di Suriah, 12 di Lebanon, 19 di Tepi Barat dan 8 di Jalur Gaza). 

Perkiraan tersebut, bagaimanapun, menunjukkan jumlah minimum pengungsi, karena banyak dari mereka tidak terdaftar. Jumlah ini tidak termasuk pengungsi Palestina pada periode 1949 hingga Perang Enam Hari pada Juni 1967. Definisi UNRWA tentang pengungsi tidak mencakup warga Palestina yang bermigrasi atau mereka yang mengungsi setelah tahun 1967 karena perang dan yang tidak terdaftar sebagai pengungsi. 

Jalur Gaza Jadi Salah Satu Wilayah Paling Padat di dunia 
Kepadatan penduduk di Negara Palestina pada akhir tahun 2022 adalah 899 orang per kilometer persegi (km2): 569 orang/km2 di Tepi Barat dan 6.019 orang/km2 di Jalur Gaza, mencatat bahwa 66% dari total penduduk Jalur Gaza adalah pengungsi. Aliran pengungsi mengubah Jalur Gaza menjadi salah satu wilayah yang paling padat penduduknya di dunia. 

Meskipun wilayahny terilang kecil di Jalur Gaza, otoritas pendudukan Israel mendirikan zona penyangga lebih dari 1.500 meter di sepanjang perbatasan Timur Jalur Gaza. Akibatnya, pendudukan Israel menguasai sekitar 24% dari total wilayah Jalur Gaza (365 km2). 

Juga, blokade terus menerus diberlakukan di Jalur Gaza, yang merupakan salah satu daerah terpadat di dunia, menyebabkan peningkatan tajam dalam pengangguran di Gaza. Dengan demikian, tingkat pengangguran mencapai 47%, sekitar 69% pemuda berusia 15-24 tahun menganggur pada akhir 2021. Blokade itu juga mengguncang perekonomian Jalur Gaza dan membuat lebih dari separuh penduduknya menjadi miskin (53%). 


Lebih dari 100 Ribu Gugur Sejak Nakba 1948 
Jumlah syuhada Palestina dan Arab yang gugur terbunuh sejak Nakba tahun 1948 hingga hari ini (di dalam dan di luar Palestina) mencapai sekitar 100 ribu syuhada. Apalagi jumlah syuhada yang gugur dalam Intifada Al-Aqsa antara 29 September 2000 hingga 31 Desember 2022 sebanyak 11.540 orang. 

Dikatakan bahwa tahun paling berdarah adalah tahun 2014 dengan 2.240 syuhada Palestina, 2.181 di antaranya berasal dari Jalur Gaza selama perang di Gaza. Selama 2022, jumlah syuhada Palestina mencapai 231 orang, 56 di antaranya adalah anak-anak dan 17 wanita. Sedangkan jumlah warga Palestina yang terluka mencapai sekitar 10.000 pada tahun 2022. Belum lagi, agresi militer Israel yang baru dilancarkan ke Jalur Gaza sejak Selasa-Sabtu, 9-13 Mei 2023, mengakibatkan sejauh ini 33 warga Palestina gugur, sebagian besar warga sipil. 


Sebanyak 25 Tahanan Palestina telah Menghabiskan Lebih Dari Seperempat Abad di Penjara Israel 
Pada akhir April 2023, terdapat 4.900 tahanan Palestina di penjara pendudukan Israel, 160 di antaranya adalah anak-anak dan 31 wanita. Adapun jumlah penangkapan mencapai 7.000 selama 2022, termasuk 882 anak-anak dan 172 perempuan, sedangkan jumlah perintah penahanan administratif terhadap warga Palestina yang tidak dikenai dakwaan apapun mencapai 850. 

Data juga menunjukkan ada 554 tahanan yang menjalani hukuman seumur hidup, dan 1.000 tahanan menjalani hukuman penahanan administratif. Selain itu, data menunjukkan bahwa Israel menahan lebih dari 700 tahanan sakit dan empat tahanan Parlemen di Dewan Legislatif, selain kehadiran 23 tahanan yang ditangkap sebelum Kesepakatan Oslo pada tahun 1993 dan mereka masih mendekam di penjara Israel. 

Data dengan jelas menunjukkan bahwa jumlah syuhada yang gugur di antara para tahanan telah mencapai 237 tahanan sejak 1967 karena penyiksaan atau pembunuhan yang disengaja setelah penangkapan atau kelalaian medis terhadap para tahanan. Data juga menunjukkan bahwa kesyahidan 114 tahanan sejak September 2000, di mana tahun 2007 menyaksikan persentase tertinggi kesyahidan tahanan di dalam penjara Israel ketika tujuh tahanan terbunuh, lima di antaranya meninggal akibat kelalaian medis. 


Penjajahan Israel: Perluasan Permukiman yang Berkelanjutan 
Pada akhir 2021, terdapat 483 wilayah penjajahan dan pangkalan militer Israel di Tepi Barat, termasuk 151 permukiman dan 25 pos terdepan yang dihuni dan dianggap sebagai lingkungan setelah permukiman yang didirikan. Selain 163 pos pemukiman, dan 144 diklasifikasikan sebagai situs lain (industri, turis, area layanan, dan pangkalan militer Israel). 

Adapun jumlah pemukim Yahudi Israel di Tepi Barat mencapai 719.452 pemukim pada akhir  2021. Dengan demikian, data menunjukkan bahwa sekitar 45,4% pemukim tinggal di kegubernuran Yerusalem, di mana jumlahnya mencapai sekitar 326.523 pemukim; dari mana 239.951 pemukim tinggal di Yerusalem Timur (J1) “termasuk bagian-bagian Yerusalem yang dianeksasi oleh pendudukan Israel pada tahun 1967”. 

Diikuti oleh Ramallah dan Kegubernuran Al-Bireh dengan 143.311 pemukim, 95.279 pemukim di Kegubernuran Bethlehem, dan 50.067 pemukim di Kegubernuran Salfit. Sedangkan Tubas & Lembah Yordan bagian utara adalah kegubernuran terendah dalam hal jumlah pemukim dengan 2.629 pemukim. Rasio pemukim terhadap orang Palestina di Tepi Barat adalah sekitar 23 pemukim untuk setiap 100 orang Palestina, sedangkan yang tertinggi adalah di kegubernuran Yerusalem dengan sekitar 69 pemukim untuk setiap 100 orang Palestina. 

Tahun 2022 menyaksikan peningkatan yang signifikan dalam laju pembangunan dan perluasan permukiman Israel, karena otoritas pendudukan menyetujui sekitar 83 rencana proyek untuk membangun lebih dari 22 ribu unit di seluruh Tepi Barat, termasuk Yerusalem. 


Perampasan Tanah Terus Menerus 
Otoritas Pendudukan Israel menggunakan klasifikasi tanah menurut Kesepakatan Oslo (A, B dan C) untuk memperketat kontrol mereka atas tanah Palestina, terutama di daerah-daerah yang diklasifikasikan sebagai (C) yang berada di bawah kendali penuh pendudukan Israel dalam hal keamanan, perencanaan dan konstruksi. Sebanyak 76% dari total area yang diklasifikasikan sebagai (C) secara langsung dieksploitasi oleh otoritas pendudukan Israel; permukiman dewan daerah mengendalikan 63% dari wilayah itu. 

Sedangkan luas wilayah kekuasaan permukiman Israel di Tepi Barat (termasuk wilayah tertutup yang dialokasikan untuk perluasan permukiman tersebut) adalah sekitar 542 km2 hingga akhir 2021; mewakili sekitar 10% dari total luas Tepi Barat. Sedangkan wilayah yang disita untuk keperluan pangkalan militer dan lokasi latihan militer mewakili sekitar 18% wilayah Tepi Barat, selain Tembok Aneksasi dan Perluasan yang telah mengisolasi lebih dari 10% wilayah Tepi Barat. Akibatnya, lebih dari 219 daerah Palestina terkena dampak buruk dari pembangunan Tembok Aneksasi dan Perluasan Permukiman. Selain itu, sejak 1967, otoritas pendudukan Israel telah menyita sekitar 353 ribu dunum tanah Palestina dan mengklasifikasikannya sebagai cadangan alam untuk persiapan penyitaan mereka. 


Yerusalem: Yahudisasi Intensif dan Sistematis 
Theodor Herzl, bapak pendiri gerakan Zionis, berkata ”Jika pada suatu hari, kita berhasil menguasai Yerusalem dan saya masih hidup pada saat itu, saya akan menghapus segala hal yang tidak suci bagi orang-orang Yahudi di Yerusalam. Saya akan memindahkan semua barang antik di dalam Yerusalem, bahkan jika (barang itu) telah berusia berabad-abad lamanya”. 

Otoritas pendudukan Israel mengambil langkah-langkah cepat yahudisasi ke Yerusalem untuk melenyapkan situs bersejarah Islam dan Kristen, serta mengusir warga Palestina dari kota Yerusalem dengan melakukan operasi deportasi dan pengusiran penduduk lokal, untuk menggantikan mereka dengan warga Yahudi Israel dari seluruh dunia. 

Selama 2022, otoritas pendudukan Israel menyetujui sekitar 70 proyek perencanaan untuk membangun lebih dari 10 ribu unit permukiman di Yerusalem. Pada saat yang sama, otoritas pendudukan Israel menghancurkan lebih dari 258 bangunan dan mengeluarkan perintah pembongkaran untuk lebih dari 220 bangunan Palestina. Ini termasuk 100 bangunan tempat tinggal di lingkungan Al-Bustan sebagai bagian dari kebijakan pembongkaran massal, yang menyebabkan 1.550 orang mengungsi, kebanyakan dari mereka adalah anak-anak dan perempuan. 

Selain itu, frekuensi penargetan warga Palestina meningkat, karena 19 warga Yerusalem tewas dan sekitar 2.486 warga Palestina terluka terkena peluru tentara pendudukan Israel selama 2022. Jumlah kasus penangkapan meningkat sebesar 22%, yang diluncurkan militer pendudukan Israel di Yerusalem selama 022, karena jumlah kasus penangkapan mencapai sekitar 3.504 dibandingkan dengan sekitar 2.879 kasus pada tahun 2021. 

Tahun 2016, UNESCO dalam resolusinya menyebut Yerusalem sebagai kota yang dijajah dan Israel sebagai penjajahnya, di mana berdasarkan hukum internasional, dinilai Israel tak memiliki kedaulatan atas kota bersejarah itu. UNESCO juga menyatakan Kota Tua Yerusalem seluruhnya milik warga Palestina, merupakan identitas dan warisan sejarah bagi warga Muslim dan Kristen. Israel menduduki Yerusalem Timur selama Perang Israel pada 1967. Langkah itu tak pernah diakui dunia internasional, secara sepihak Israel menganeksasi seluruh kota pada 1980 dan mengklaimnya sebagai kota abadi dan tak terbagi. 

Sejak otoritas pendudukan Israel menduduki Yerusalem Timur pada tahun 1967, mereka telah mulai melakukan pembersihan etnis, mencoba mengubah identitas-indentitas atau narasi-narasi sejarah terkait Arab dan Islam di kota Yerusalem. Mereka memaksakan fakta baru di kota Yerusalem, dengan tujuan mengubahnya menjadi kawasan dengan karakter atau indentitas Yahudi. 


Lebih dari 8.700 serangan oleh pasukan militer pendudukan dan pemukim ekstrimis Yahudi Israel selama tahun 2022 
Pada 2022, para pemukim ekstrimis Yahudi, di bawah perlindungan pasukan militer pendudukan Israel, melakukan sekitar 8.724 serangan terhadap warga Palestina dan harta benda mereka. Serangan ini terbagi menjadi 1.515 serangan terhadap properti dan tempat ibadah, 362 serangan terhadap tanah dan sumber daya alam, dan 6.847 serangan terhadap individu Palestina. 

Di sisi lain, tahun 2022 menyaksikan upaya kelompok pemukim sebanyak 63 kali untuk mendirikan pos terdepan, terutama upaya gerakan sayap kanan Nahla untuk mendirikan lebih dari 10 pos terdepan pada 20 Juli 2022. Pasukan pendudukan dan pemukim juga meluncurkan 223 operasi penyitaan sekitar 294 properti Palestina, termasuk 48 traktor pertanian, dan 53 mobil untuk warga Palestina. Serangan-serangan ini juga menyebabkan tumbang, merusak dan menghancurkan 10.291 pohon zaitun. Otoritas pendudukan Israel melakukan 378 penghancuran yang mempengaruhi 953 fasilitas di Tepi Barat selama tahun 2022. 

Kebijakan pasukan pendudukan tidak menghentikan penghancuran bangunan-bangunan milik warga Palestina dan mengakibatkan pemindahan penduduk dari rumah mereka di seluruh Tepi Barat, seperti yang didokumentasikan oleh Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan di Wilayah Pendudukan (OCHA) sejak 2009, bahwa pendudukan pasukan menghancurkan 9.353 rumah atau fasilitas sejak 2009, termasuk 1.639 fasilitas yang didanai oleh donor, yang menyebabkan 13.641 warga mengungsi. Penghancuran 19% di Yerusalem Timur, 79% di area yang diklasifikasikan (C), dan sekitar 2% penghancuran terjadi di area yang diklasifikasikan (A) dan (B). OCHA mendokumentasikan Sekitar 953 fasilitas dihancurkan selama tahun 2022, 

Ini termasuk 140 fasilitas yang didanai oleh donor, yang menyebabkan 1.031 warga mengungsi dan berdampak pada 28.446 warga, di mana fasilitas pertanian dan pemukiman yang dihuni dan tidak dihuni mewakili sekitar 70%. Selama 2022, otoritas pendudukan melakukan 378 penghancuran yang mempengaruhi 953 fasilitas di Tepi Barat dan Yerusalem. Sebagian besar penghancuran terkonsentrasi di kegubernuran Yerusalem, dengan 118 penghancuran; mewakili 31%, menyisakan 178 bangunan yang dihancurkan di kota Yerusalem, 98 di antaranya adalah operasi penghancuran diri. 

Otoritas pendudukan Israel juga mengeluarkan 1.220 pemberitahuan pembongkaran, dimana sekitar 33% berada di Kegubernuran Hebron, 18% di Kegubernuran Bethlehem, dan 9% di Ramallah dan Kegubernuran Al-Bireh, Selain penghancuran banyak situs infrastruktur yang melayani warga Palestina, termasuk jalan, jaringan air dan sanitasi, dan tempat rekreasi, dan lain-lain. 


Jumlah Air yang Dikonsumsi Per Kapita di Palestina Kurang dari Jumlah Minimum Menurut Rekomendasi Internasional 
Alokasi harian per kapita dari air yang dikonsumsi untuk keperluan rumah tangga adalah 86,3 liter/kapita/hari di Palestina: 89,0 (l/c/d) di Tepi Barat, sementara 82,7 (l/c/d) di Jalur Gaza pada 2021. Dengan mempertimbangkan peningkatan jumlah penduduk, tingginya persentase pencemaran air di Jalur Gaza dan menghitung jumlah air yang layak untuk digunakan manusia dari jumlah yang tersedia, pangsa air tawar per kapita hanya 21,3 liter per hari di Jalur Gaza. 

Saat membandingkan tarif ini dengan alokasi harian Israel per kapita, pemerintah Palestina mencatat bahwa alokasi harian Israel per kapita lebih dari tiga kali lipat dari individu Palestina, sekitar 300 liter per hari, dan jumlah ini berlipat ganda untuk pemukim Israel hingga lebih dari 7 kali lipat dari konsumsi per kapita Palestina. 


Pendudukan Israel menguasai air Sungai Yordan dan Laut Mati 
Data menunjukkan bahwa persentase pengambilan air permukaan dan air tanah dari air tersedia selama tahun 2021 cukup tinggi dengan rata-rata 76,4%. Perlu dicatat bahwa Palestina telah ditolak, oleh otoritas pendudukan Israel, untuk mengakses dan mengambil air dari Sungai Yordan sejak 1967, yang diperkirakan sekitar 250 MCM. Di sisi lain, jumlah air yang dipompa dari sumur Palestina di Tepi Barat pada tahun 2021 adalah 105,3 MCM dari Akuifer Timur, Akuifer Barat, dan Akuifer Timur Laut. Jumlah air yang diambil dari akuifer pesisir adalah 192,5 juta meter kubik (MCM) di Jalur Gaza pada tahun 2021. 

Namun, kuantitas ini diperoleh melalui pemompaan yang tidak aman yang membahayakan keberlanjutan sumber daya alam, karena hasil berkelanjutan cekungan tidak boleh melebihi 50-60 MCM per tahun, di mana tinggi muka air tanah pada akuifer pantai mencapai 19 meter di bawah permukaan laut yang menyebabkan menipisnya cadangan air tanah. 

Hal ini menyebabkan fakta bahwa 97% air yang dipompa dari akuifer pantai di Jalur Gaza tidak memenuhi standar kualitas air dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Melihat fakta-fakta tersebut, bagi Israel, pengambilan paksa dengan kekerasan 78% wilayah sejarah Palestina pada peristiwa Nakba 1948 tidaklah cukup. Pencurian tanah, pengusiran dan penindasan tidak pernah berhenti terjadi walau hanya sehari. Proyek pemukim kolonial Israel di Palestina telah terlihat sebagai permulaan untuk menyingkirkan warga Palestina dari rumah dan kampung halaman mereka, dan lantas menggantinya dengan penduduk Yahudi Israel. 

Inilah eskalasi hari ini dan tindakan kekerasan melawan orang-orang Palestina hanya bisa dipahami dalam konteks yang dijelaskan ini. 
Mengulangi pernyataan dari Kedutaan Besar Palestina di Jakarta yang diterima penulis, kini, sudah waktunya untuk mengakui bahwa jika suatu negara sebagian besar dijadikan pengungsi, berada di bawah pendudukan asing, terkurung di tanah yang semakin menyusut, berada di bawah ancaman permanen kelompok pemukim bersenjata, maka dari itu seseorang tidak dapat tetap "netral". (*) 

Profil Singkat : Rana Setiawan, Kepala Peliputan MINA
Rana Setiawan
dilahirkan di Bandung, Jawa Barat, pada 21 April 1990. Pria sunda yang menikah dengan seorang Muslimah asal Solo Eka Dewi Nofita, 18 Juli 2010, itu telah dikaruniai dua putra dan satu putri, Muhammad Abdurrahman Fathul Aqsha (5), Syifa Ghazzah 'Adawiyyah (4), dan Rafa Arrantisi Fathul Aqsha (2). 

Pendidikan dasar ditempuhnya di SD Negeri di daerah kelahirannya. Pendidikan menengah ditempuhnya di sekolah favorit SMA Alfa Centauri Bandung (2008). Pernah menempuh pendidikan tinggi di UIN Sunan Gunung Djati Bandung. 


Saat ini, pria yang senang membaca dan berpetualang itu mendapat amanah menjadi Kepala Peliputan dan Redaktur Bahasa Indonesia di Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency). Dia melakukan peliputan acara dan peristiwa besar level nasional dan internasional selama bertugas sebagai wartawan dan Kepala Peliputan di Kantor Berita MINA sejak 2012 hingga sekarang, 

Prestasi liputan yang telah dicapai yaitu pernah meliput Sidang Pelantikan Presiden RI ke-7 Joko Widodo dan Wakil Presiden ke-12 M. Jusuf Kalla di Ruang Sidang Paripurna I, Gedung Nusantara, Kompleks DPR/MPR, Jakarta, Senin (20/10/2014) dan Peringatan 60 Tahun Konferensi ASIA Afrika (KAA) di Jakarta dan Bandung, 19-24 April 2015, KTT Luar Biasa Ke-5 Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengenai Palestina dan Al-Quds Ash-Sharif pada 7 Maret 2016 di Jakarta, serta Pelaksanaan Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang. 

Ia ditugaskan untuk mengadakan liputan khusus ke empat kota di tiga negara bagian dan satu teritorial ibukota Australia (Sydney, Brisbane, Melbourne, dan Canberra) pada 18-20 September 2016. 

Selain itu, dia menjadi bagian delegasi tergabung bersama 40 tokoh pemuda Islam dari 4 negara ASEAN (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) mengikuti 2018 Taiwan Muslim Youth Exchange Camp for Southeast Asian Countries pada 22-28 Juli 2018, dengan mengunjungi daerah-daerah komunitas Muslim terbesar di sana, seperti Kota Taipei dan Kaohsiung. 

Dia juga aktif mengikuti kegiatan pembebasan Al-Aqsha dan Palestina di lembaga Aqsa Working Group (AWG) serta kegiatan-kegiatan amal untuk perjuangan Islam dan Muslimin lainnya. 

Hasil karya tulisnya pernah dimuat di media nasional bahkan hingga media Malaysia, seperti Koran Republika, Majalah Syiar Islam, IslamPos, Eramuslim, Islamic Geography, The Malaysian Insider, laman resmi Gabungan Mahasiswa Islam Se-Malaysia (GAMIS), dan lainnya. 

Dia pun menjadi penulis bersama pada Buku “Tiga Tahun MINA” (2015) dan “Kisah Sukses Sony Sugema” (2016), dan Koordinator Penerbitan Buku “Muslim Melayu Penemu Australia” (2016) karya Dr. Teuku Chalidin Yacoub, JP, MA., serta editor Buku "Mutiara Al-Qur'an untuk kesehatan" karya KH. Yakhsyallah Mansur, MA (2021). 

Pengalaman lainnya, dia menjadi Steering Committee atau Panitia Pelaksana event nasional dan internasional, seperti penyelenggaraan Konferensi Internasional Media Islam (International Conference of Islamic Media-ICIM) di Jakarta 25 Mei 2016, Ketua Panitia Pelaksana Festival Muharam MINA 1443 H di Jakarta, 28 Agustus 2021.   

Rana Setiawan meraih Jenjang Kompetensi Wartawan Muda dari Dewan Pers, 10 September 2021. 
Kantor: Kantor Berita MINA Pusat, MER-C Building Jl. Kramat Lontar No. J-157, Jakarta, Indonesia 10440 
Handphone/WA/Telegram: +6282-111-085-075        
Email:
rana@minanews.net