Home Opini Dilarang Agama, Diperbolehkan oleh Pemerintah: Pernikahan Beda Agama

Dilarang Agama, Diperbolehkan oleh Pemerintah: Pernikahan Beda Agama

858
0
SHARE
Dilarang Agama, Diperbolehkan oleh Pemerintah: Pernikahan Beda Agama

Oleh: Bella Lutfiyya, Mahasiswi Universitas Gunadarma 

BBERAPA - Bulan lalu, dunia maya sempat diramaikan dengan pernikahan beda agama dari sepasang kekasih. Sontak hal tersebut menjadi perbincangan dan perdebatan netizen, terutama di platform Twitter. Ada yang mendukung (pro), ada pula yang menentang (kontra). Netizen yang pro berpendapat bahwa pernikahan beda agama merupakan puncak tertinggi toleransi, dengan bertahan pada kepercayaan masing-masing tanpa mengganggu satu sama lain dan tetap menjalani hidup seolah tidak ada perbedaan antara keduanya.

Belum sepenuhnya mereda, pada Jumat (24/06/2022) muncul pemberitaan bahwa Pengadilan Negeri Surabaya mengesahkan adanya pernikahan beda agama yang tentu saja menimbulkan kontroversi di masyarakat. Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya diperintah oleh hakim untuk mencatat para pemohon dalam mendaftarkan pernikahannya apabila terpenuhi segala persyaratan yang ditentukan menurut undang-undang.

Padahal, pernikahan adalah kewajiban dan bagian dari ibadah dalam Islam seperti yang tercantum dalam Qur’an surah al-Fathir ayat 11 yang artinya, “Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasang-pasangan (laki-laki dan perempuan). Tidak ada seorang perempuan pun yang mengandung dan melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan tidak dipanjangkan umur seseorang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah.” 

Pernikahan pun dilakukan untuk menghindari zina, serta interaksi yang tidak seharusnya antar laki-laki dan perempuan yang belum sah menjadi suami istri. “Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS n-Nur ayat 32).

Keputusan dua insan yang ingin mengikat tali kasih dan membangun keluarga dengan menikah merupakan niat yang terpuji karena keduanya tentu telah melalui pemikiran yang matang. Namun, sebagai umat Muslim harus berpegang teguh pada aturan agama. Hal apa saja yang diperbolehkan dan apa yang dilarang. 

Indonesia terdiri dari berbagai suku, masyarakatnya menganut agama yang memang diakui oleh negara dan masyarakat dibebaskan untuk memilih kepercayaan mana yang akan dianutnya. Lalu, apakah dengan keberagaman dan kebebasan tersebut menjadikan pernikahan beda agama diperbolehkan? 

Padahal dalam surah al-Baqarah ayat 221, Allah berfirman, “Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” 

Terdapat perbedaan pendapat mengenai arti “musyrik” di atas. Pendapat pertama mengatakan “musyrik” adalah penyembah berhala, sedangkan pendapat lain berkata “musyrik” ditujukan kepada seluruh non-Muslim, baik penyembah berhala maupun kafir ahli kitab.

Dalam ayat tersebut juga jelas bahwa hamba sahaya (budak) Muslim lebih baik daripada orang musyrik. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam al-Qurthubi, “Jangan kalian nikahkan wanita muslimah dengan lelaki musyrik. Umat telah bersepakat bahwa orang musyrik tidak boleh menikahi wanita mukminah karena hal itu merendahkan Islam” (Al-Jami' li Ahkam Alquran 1/48-49).

Selain itu, terdapat kriteria atau ketentuan seorang laki-laki saat memilih seorang istri, seperti yang dijelaskan pada HR. Al-Bukhari berikut, “Wanita dinikahi karena 4 perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau beruntung.” 

Intinya, Allah SWT menyampaikan bahwa seorang laki-laki Muslim dilarang menikahi perempuan bukan Muslim, begitu pula sebaliknya. Perempuan Muslim dilarang menikah dengan laki-laki non-Muslim. Namun, dengan adanya pemberitaan salah satu pengadilan negeri yang justru memperbolehkan pernikahan beda agama, tentunya meninggalkan tanda tanya besar.

Apakah seragu itu pemikiran mereka dengan kalimat-kalimat Allah? Bukankah seorang Muslim harus berpegang teguh pada agama? Lantas bagaimana mereka menyimpulkan suatu tindakan apabila tidak didasari dari keyakinan kepada Allah? 

Padahal, Al-Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang menjadi pedoman dan petunjuk untuk manusia menjalankan kehidupannya di muka bumi agar tidak menyimpang dari jalan yang dimurkai Allah SWT. Al-Qur’an berasal dari Allah SWT sendiri, perkataan, larangan, dan perintah berasal dari-Nya. Lantas mengapa kita ragu dengan-Nya? 

Kita tahu bahwa suatu masyarakat sangat dipengaruhi oleh pemerintahnya karena mereka yang berwenang dan memiliki kekuasaan terhadap yang dipimpinnya. Apabila pemerintahnya saja tidak dapat mencontohkan hal-hal baik, maka rakyatnya lambat laun akan terpengaruh. Bayangkan apabila seluruh masyarakat kemudian mulai menormalisasi hal-hal yang sudah jelas dilarang oleh agama, seperti pernikahan beda agama. Akan ada banyak orang merugi dan tersesat dalam jalan tidak seharusnya.

Sistem pemerintahan di Indonesia yang mencontoh negara-negara Barat membuatnya mulai menyingkirkan peraturan dan syariat agama. Pemikiran yang “open minded” seakan menjadi hal yang diagung-agungkan sampai mulai berani melanggar syariat agama. Kurangnya pemahaman akan agama Islam dalam kehidupan pun menjadi sebab perilaku pelanggaran syariat ini.

Saudara-saudaraku sesama Muslim, apabila Islam mengatakan boleh melakukan suatu hal, maka lakukanlah. Apabila Islam melarang suatu hal, maka tinggalkanlah. Allah SWT adalah zat yang menciptakan manusia dan seluruh alam semesta, kepada-Nya kita menyembah, kepada-Nya kita memohon, dan kepada-Nya kita bertaqwa. Allah sungguh lebih mengetahui tentang penciptaan-Nya, dibandingkan kita, makhluk lemah yang tiada bandingnya.

Mari terus berpegang teguh kepada agama Allah SWT dengan menjauhi segala larangan-Nya dan melakukan apa yang diperintah-Nya. Semoga kita diampuni dan diberi hidayah oleh Allah SWT agar tidak terjerumus dalam perbuatan tercela.(*)